belajarbersama
Sabtu, 21 Maret 2015
Pendekatan-Pendekatan Dalam IPS
PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN IPS
Pendekatan mengandung arti cara pandang atau cara menyikapi sesuatu dengan bertolak belakang dari asumsi tertentu. Pengajaran IPS digunakan sebagai istilah teknis pedagogis untuk proses belajar-mengajar atau proses pembelajaran dalam mata pelajaran IPS. Pendekatan dalam pelajaran IPS dimaksudkan sebagai cara pandang kita terhadap proses belajar murid dalam mata pelajaran IPS, dan upaya penciptaan kondisi dan iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Pendekatan sangat penting bagi guru karena guru dalam mata pelajaran IPS selain berfungsi sebagai manajer kelas dan fasilitator belajar, juga menjadi teladan actor sosial. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai jenis pendekatan ini, dapat menambah percaya diri seorang guru untuk melaksanakan tugas sebagai guru IPS.
Pendekatan bergantung pada berbagai hal, seperti tingkat pendidikan, tujuan dan lingkupan pendidikan anak. Artinya seorang guru harus memilih pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.
Jenis – Jenis Pendekatan
Ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan pada kegiatan belajar mengajar di IPS, antara lain :
1. Pendekatan Disiplin atau Pendekatan Struktur
Pendekatan Disiplin bertitik tolak dari sesuatu disiplin ilmu tertentu. Artinya pola kerangka atau sistematika pendekatan disiplin dimulai dari menyampaikan konsep-konsep dari suatu disiplin, baru kemudian menambahkan konsep-konsep disiplin lainnya. Yang bertujuan untuk mendukung konsep-konsep disiplin tersebut. Misalnya dimulai dari disiplin sejarah atau dari geografi atau dari ekonomi, dan sebagainya.
Cara penyampaian dalam pendekatan disiplin adalah dengan mempertautkan konsep-konsep lain yang bersifat menunjang yang dilakukan secara sistematis.
Tujuan dari pendekatan disiplin antara lain :
Mendukung tujuan IPS dalam kurikulum
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam tentang konsep-konsep ilmu sosial tertentu
Untuk menelaah lebih lanjut tentang lingkup utama kegiatan manusia
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang konsep-konsep tertentu dari suatu disiplin dengan disiplin yang lain.
Untuk memberikan bahan yang lebih banyak dan lebih luas kepada IPS
Dalam proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan disiplin, guru hendaknya lebih banyak memberikan tugas kepada anak untuk mencari sumber-sumber diluar buku teks. Memberikan tugas membaca ataupun studi lapangan dan pada akhir tugas melampirkan karya tulis kelompok maupun perorangan.
Kekurangan dari pendekatan disiplin adalah :
Penyusunan suatu pembelajaran dengan pendekatan ini adalah sangat sulit, karena tidak adanya pedoman yang tegas untuk memilih inti pembahasan dan pendukung pembahasan.
Pandangan tiap-tiap pengajar tentang suatu konsep, kedalaman maupun keleluasannya, sangat tergantung pada latar Belakang pendidikannya.
Keterampilan guru untuk mempertautkan konsep-konsep sangatlah terbatas dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (waktu, kesempatan, referensi,dll).
2. Pendekatan Antar Struktur atau Interdisiplin
Pendekatan antar struktur merupakan pendekatan yang membahas suatu konsep secara berturut melalui beberapa disiplin dan kemudian dipersatukan. Dengan pendekatan ini suatu konsep ilmu sosial atau suatu topik diorganisasikan bersama konsep dari berbagai ilmu sosial terpadu.
Contohnya : Menunjukkan pada peta pesebaran daerah asal suku bangsa di Indonesia. Maka, dapat meyoroti dari sudut pandang : geografi, khususnya peta persebaran daerah asal suku bangsa di Indonesia. Kemudian materi sikap menghormati keanekaragaman suku bangsa. Kemudian bisa membahas berbagai jenis kebudayaan di Indonesia.
Kesemuanya itu terpadu menjadi suatu bahan pelajaran yang utuh dan tidak merupakan cerita bersambung. Sumbangan konsep dari berbagai ilmu diolah, diramu, dan dipadukan baik dari segi urutan atau tingkat kesulitan maupun kepentingannya.
Kesulitan penggunaan pendekatan ini dalam pelaksanaan pengajaran IPS dapat dimaklumi mengingat masih jarang ditemukan guru IPS yang generalis. Tetapi hal ini dapat diatasi melalui team teaching pada saat memprogram atau waktu melaksanakannya.
Pendekatan antar struktur dapat dibedakan menjadi dua jenis pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Multidisiplin
Pendekatan multidisplin mengarah pada pengambilan konsep-konsep dari berbagai disiplin. Generalisasi dan proses dari berbagai disiplin ilmu sosial untuk membantu para siswa memahami topik yang mereka pelajari. Artinya semua aspek dari suatu topik ditelaah sehingga pengertian siswa itu menjadi luas dan dalam, dan dengan demikian tujuan sajian akan tercapai secara mantap.
b. Pendekatan Interdisiplin
Pendekatan interdisiplin juga menggunakan atau mengambil konsep-konsep yang digunakan dalam berbagai ilmu sosial. Perbedaannya ialah bahwa model pengajaran dengan pendekatan interdisiplin mendasarkan strukturnya pada penggunaan ‘konsep inti’ sedangkan pada model pendekatan multidisplin menggunakan ‘konsep dasar’ dari berbagai disiplin.
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi penggunaan pendekatan interdisiplin ialah adanya banyaknya konsep dasar yang harus dibatasi jumlahnya agar dapat dikembangkan dalam pengajaran. Kesukarannya terletak pada pemilihan konsep dasar yang paling efektif untuk digunakan.
3. Pendekatan Kemasyarakatan
Pendekatan Kemasyarakatan dimaksudkan seperti pendekatan yang kita gunakan didalam mempelajari IPS dengan mengambil masyarakat sebagai folus pembahasan. Artinya semua komponen program diambil dari dan ditujukan pada masyarakat sekitar.
Tujuan dari penekatan kemasyarakatan antara lain :
Pergaulan siswa di dalam masyarakat lebih luas, meliputi kecakapan bergaul, sikap ramah tamah, tenggang rasa, suka menolong, penyesuaian diri dalam berbagai situasi dan bisa mempengaruhi masyarakat sekitarnya.
Dapat memperluas pengetahuan dan pengertian yang didapat disekolah dengan macam-macam kenyataan (fakta) yang didapat di dalam masyarakat (konsep-konsep) sehingga mempunyai scope yang lebih luas dan lebih mendalam.
Mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan harapan masyarakat akan hasil pendidikan di sekolah yang dapat digunakan untuk membangun, membina, dan mengembangkan masyarakat.
Dapat berpartisipasi langsung dengan berbagai kegiatan kemasyarakatan yang juga diharapkan oleh masyarakat.
Mengetahui lebih banyak tentang perubahan dan perkembangan yang lebih cepat daripada yang diduga diketahui disekolah sehingga pengetahuannya selalu aktual.
4. Pendekatan Lingkungan
Lingkungan masyarakat lebih banyak membicarakan lingkungan fisik dan lingkungan budaya atau sering disebut dengan lingkungan geografis.
a. IPS dengan Lingkungan Fisik
Di dalam pengetahuan tentang lingkungan, unsur fisik memegang peranan penting. Hal ini dimuat dalam tujuan pengajaran IPS. Tujuan tersebut antara lain :
Anak harus memahami keadaan lingkungan fisiknya ( keadaan alam, kekayaan alam, iklim, fauna, serta ekosostem dan lingkungannya )
Anak harus menyadari bagaimana campur tangan manusia didalam mengelola sumber-sumber alam.
Anak harus memahami dan menyadari tentang perlunya perhitungan, pengawasan dan pengawetan alam sekitar demi kelestarian lingkungan.
b. IPS dan Lingkungan Budaya
Tujuan pengajaran IPS dan Lingkungan Budaya adalah :
Mengajarkan kebudayaan-kebudayaan manusia di dunia dari hal perbedaan, persamaan hakekat budaya yang ada padanya, perkembangan serta perubahan-perubahannya.
Anak harus memahami nilai-nilai budaya nasioanal, regional maupun lokal, menghargai dan memelihara sebagai harga pusaka peninggalan nenek moyang.
Menanamkan rasa tanggung jawab dan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan warisan budaya tersebut.
Anak harus mengetahui akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh penetrasi kebudayaan asing yang masuk ke dalam lingkungan kebudayaan.
5. Pendekatan Pembelajaran Tradisional dan Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
a. Pendekatan Pembelajaran Tradisional
Pendekatan pembelajaran tradisional mengutamakan penyajian fakta dan nama, melalui hafalan dan ingatan. Anak dianggap sebagai suatu bejana kosong yang harus diisi oleh guru sampai penuh. Sehingga dalam pendekatan pembelajaran anak bersifat pasif. Sedangkan guru bertindak aktif dengan metode ceramah.
Kekurangan dari pendekatan pembelajaran tradisional antara lain :
Kurang memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi memecahkan masalah sehingga daya serap siswa kurang tajam.
Kadang-kadang pernyataan atau penjelasan lisan sukar ditangkap. Apalagi jika menggunakan kata-kata asing.
Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapannya untuk mengeluarkan pendapat.
Kurang cocok untuk anak yang tingkat abstraksinya masih kurang.
Dapat menimbulkan kebosanan siswa.
Pendekatan ini dapat digunakan apabila terdapat hal-hal berikut ini :
Bahan yang ingin disampaikan sangat banyak.
Para siswa dapat memahami informasi melalui kata-kata.
b. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
Pendekatan pembelajaran inkuiri bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai engan kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat memandang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Berikutnya guru menyediakan sumber belajar bagi siswa untuk pemecahan masalah.
Pendekatan inkuiri dalam mengajar termasuk pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakan disetiap sekolah. Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan apabila sudah memenuhi syarat-syarat berikut :
Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas dan sesuai dengan daya nalar siswa
Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan
Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup
Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar
Pengertian Ilmu, Ilmu sebagai Proses, Prosedur dan Produk
14.10 Filsafat No comments
A. Pengertian Ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas. pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.
Wikipedia Indonesia, Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi kedalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologihanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.[1]
B. Ilmu sebagai Proses
Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.
1. Rasional
Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun seperti itu dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional dengan lingkungan atau masyarakat yang kemudian melahirkan ilmu.
2. Kognitif
Pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penyerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain) yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal.
Menurut Piaget menyatakan bahwa di dalam diri individu terjadi adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya; proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label “burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
b. Akomodasi
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium).
Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label “burung” adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung pada fikiran si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognitif seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
3. Teleologis
Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teleologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.[2]
C. Ilmu sebagai Prosedur
The Liang Gie memberikan pengertian ilmu sebagai aktivitas penelitian perlu diurai lebih lanjut agar dapat dipahami berbagai unsur dan cirinya yang lengkap. Penelitaian sebagai suatu rangkaian aktifitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan pola ini dalam dunia keilmuan disebut metode, untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah “metode ilmiah”. Jadi, Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, bisa dikatakan ilmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan kegiatan penelitian yang menggunakan metode ilmiah.
Menurut The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah ialah prosedur yang digunakan oleh ilmuwan dalam mencari secara sistematis pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang ada. Dari berbagai definisi yang pernah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah pada umumnya menyangkut empat hal yakni: pola prosedural, tata langkah, teknik-teknik, dan alat-alat.
Menurut Stanlay dan Thomas C. Hunt menjelaskan bahwa metode dalam mencari pengetahuan ada tiga
1. Rasionalisme
Plato memberikan gambaran klasik dari rasionalisme. Dia berdalil bahwa untuk mempelajari sesuatu, seorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indra paling banyak hanya merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran.Menurut Plato kenyataan dasar terdiri dari ide atau prinsip.
Sedangkan menurut Descrates, dia menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indra, tetapi karena dia mengakui bahwa indra itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi dan hayalan), maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat diandalkan
Dari penjelasan di atas terdapat beberapa kritik yang ditujukan pada kaum rasionalisme. Diantaranya adalah:
a. Pengetahuan rasional dibentuk oleh yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Sehingga eksistensi tentang idea yang bersifat sudah pasti maupun bawaan itu sendiri belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama.
b. Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.
c. Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini.
2. Empirisme
Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia berkata “tunjukkan hal itu kepada saya“. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.
Orang-orang empiris berpendapat bahwa kita dilahirkan tidak mengetahui sesuatupun. Apapun yang kita ketahui itu berasal dari kelima panca indra kita. John Locke bapak empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah di catat pengalaman-pengalaman indrawi. Sehingga ia memandang akal sebagai jenis tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Sehingga bisa dikatan bahwa kelompok empiris melihat bahwa pemahaman manusia hanya terbatas pada pengalamannya.
Empirisme juga mendapatkan kritik, yang antara lain:
a. Empirisme didasarkan kepada pengalaman. Namun, jika dianalisis secara kritis maka “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori yang sistemis.
b. Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indra yang kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indra manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Panca indra kita sering menyesatkan. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara hayalan dan fakta.
c. Empirisme tidak memeberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan.
3. Keilmuan
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan, di jelaskan bahwa empirisme merupakan epistemology yang telah mencoba menjadikan alat indra berperan dalam pengamatan untuk memperoleh keterangan tentang pengetahuan ilmiah. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian yang populer ini, karena ilmuan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data indrawi. Walaupun demikian analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan menyingkap kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Dengan demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dengan induktif yang merupakan pertemuan antara empirisme dan rasionalisme.
Hal ini dilakukan para ahli filsafat untuk membedakan antara mana pengetahuan yang dianggap ilmiah dan mana yang bukan. Sehingga munculah metode ilmiah, sebagai jawabannya. Disiplin yang menerapkan karakteristik ilmiah akan menghasilkan pengetahuan ilmiah, sehingga yang tidak menerapkan metode ilmiah ini, pengetahuannya bisa dianggap bukan merupakan pengetahuan ilmiah.
Metode ini juga masih mendapatkan kritik, yang antara lain:
a. Metode keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketaui manusia, yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik keilmuan.
b. Ilmu memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian. Tiap tafsiran bisa saja benar sejauh apa yang dikemukakan. Berbagai hipotesis bisa saja diajukan, sehingga kesatuan dan konsistensi dari pengetahuan keilmuan ternyata tidak sejelas apa yang kita duga.
c. Pengetahuan keilmuan, meskipun sangat tepat, tidaklah berarti bahwa hal ini merupakan keharusan. Karena pengetahuan keilmuan hanyalah pengetahuan yang mungkin dan secara tetap harus terus menerus berubah. karena ilmu menyadari bahwa dia tidak mampu untuk menyediakan pengetahuan yang pasti dan lengkap, yang tidak terjangkau oleh kegiatan keilmuan.
D. Ilmu sebagai Produk
Dilihat dari tipe dan jenisnya, Ilmu itu sendiri dibagi menjadi tiga: Pertama, ilmu sebagai inti dalam kehidupan sosial. Biasanya ilmu tipe demikian dikendalikan oleh elit sosial yang memandang bahwa tradisi masyarakat sebagai standar kebenaran. Konsekwensinya adalah dogmatisasi ilmu akibat kebenaran yang serba normatif. Kedua, ilmu sebagai proses. Dalam konteks ini kebenaran sebagai main goal dari ilmu pengetahuan dijadikan sebagai bahan antara, dimana kebenaran akhirnya terus diverifikasi melalui berbagai penelitian dan eksperimen. Ketiga, ilmu sebagai produk. Hal ini masih berkaitan dengan ilmu tipe kedua. Beragam penelitian tentang satu hal yang kemudian menghasilkan sebuah kesimpulan akhir setelah dilakukan pengujian adalah sebuah produk dari pencarian kebenaran yang kita kenal sebagai ilmu.
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan produk dari aktivitas penelitian dengan metode ilmiah/ sebagai sistem pengetahuan, ilmu mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek material sering disebut pokok soal (subject matter), sedangkan obyek material dinamakan titik perhatian (focus of interest) atau sikap pikiran (attitude of mind). Lebih lazim, obyek formal dinamakan sudut pandang. Sebagai sistem pengetahuan atau pengetahuan sistematis, ilmu memiliki ciri- ciri empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri empiris mengandaikan pengamatan (observasi) atau percobaan (eksperimen). Ilmu berbeda dari pengetahuan karena ciri sistematis, dan berbeda dari filsafat karena ciri empirisnya. Ciri sistematis berarti bahwa kumpulan pengetahuan-pengetahuan itu memiliki hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Ciri obyektif ilmu berarti bahwa pengetahuan ilmiah bebas dari rasangka perseorangan (personal bias) dan pamrih pribadi. ilmu arus berisi data yang menggambarkan secara tepat gejala-gejala. ilmu berciri analitis artinya ilmu melakukan pemilahan-pemilahan atas pokok soal ke dalam bagian-bagian untuk mengetahui sifat dan hubungan bagian-bagian tersebut. Ciri verifikatif ilmu berarti bahwa tujuan yang ingin dicapai ilmu ialah kebenaran ilmiah. Kebenaran ini dapat berupa kaidah-kaidah atau azas-azas yang universal. Dengan demikian, manusia dapat membuat ramalan dan menguasai alam.
Sebagai produk dari usaha berfikir ilmiah, ilmu pengetahuan sudah pasti berlandaskan pada landasan yang jelas. Obyektivitas yang tertuju kepada kebenaran merupakan landasan tetap yang menjadi pola dasar ilmu pengetahuan itu tanpa mengesampingkan nilai-nilai hidup kemanusiaan. Sebab, nilai-nilai kemanusiaan adalah dasar, latar belakang dan tujuan dari kegiatan keilmuan. Dalam artian bahwa ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak bebas nilai dan tetap mempertimbangkan terpeliharanya nilai-nilai kemanusiaan.
Terdapat perbedaan di kalangan para ilmuwan mengenai hubungan antara ilmu dengan nilai-nilai. Di satu sisi, sebagian berpendapat bahwa ilmu adalah bebas nilai dengan satu pertimbangan bahwa kebenaran menjadi satu-satunya ukuran dalam kegiatan ilmiah. Sebagian yang lain mengatakan bahwa pertimbangan nilai etika, kesusilaan dan kegunaan untuk melengkapi nilai kebenaran ilmu sangat perlu dimasukkan ke dalam landasan ilmu, dengan kata lain ilmu taut nilai atau tidak bebas nilai.
SIMPULAN
Ilmu hanya terdapat dan dimulai dari aktivitas manusia, sebab hanya manusia yang memiliki kemampuan rasional dalam melakukan aktivitas kognitif yang menyangkut pengetahuan, dan selalu mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu.
Dalam wujudnya ilmu dibagi ke dalam tiga bagian yaitu ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk. Ilmu sebagai proses memiliki arti suatu aktivitas manusia, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan ilmu itu sendiri terdiri dari satu atau rangkaian aktivitas yang merupakan sebuah proses yang bersifat rasional, kognitif, dan teleologis. Sedangkan Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Terakhir yaitu ilmu sebagai produk bermakna pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji secara ilmiah, yg mencakup Jenis-jenis sasaran; bentuk-bentuk pernyataan; Ragam-ragam proposisi; ciri-ciri pokok; Pembagian secara sistematis.
Menulis Makalah Yang Baik
CARA MENULIS MAKALAH YANG BAIK DAN BENAR
Berikut ini adalah tatacara penulisan makalah yang baik dan benar, silahkan dibaca dengan seksama sebagai bahan referensi belajar cara menulis makalah yang baik dan benar.
TATA CARA PENULISAN MAKALAH / TUGAS AKHIR SEMESTER
Dibawah ini kami jabarkan cara menulis makalah yang baik. semoga postingan cara menulis makalah yang baik ini bisa berguna dan dipakai sebagai referensi belajar kita semua.
FORMAT
Jumlah kata (word count) : 4.000 – 5.000 ; atau 10 – 12 halaman
Ukuran kertas A4
Tidak perlu dijilid dan tidak perlu diberi mika. Cukup dijepret di sebelah kiri. Sampul mencantumkan: judul Tugas Akhir Semester Akuntansi Sektor Publik, Nama dan NIM (jika kelompok, urutan NIM dicantumkan ascending).
Pilihan font: Times New Roman (12), Palatino Linotype (11), Arial (11)
Mencantumkan nomor halaman di bagian bawah , center
Margin kanan, kiri, atas dan bawah menggunakan ukuran default atau standar
Spasi: 1,5, plihan alignment: kiri, atau justified
Paragraf menjorok ke dalam, dengan jarak spasi 1,5 dengan paragraf sebelumnya
Surat pernyataan bahwa makalah yang dibuat adalah bukan plagiat dan hasil karya sendiri (ditandatangani dan diberi nama lengkap dan NIM)
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah adalah sebagai berikut:
Pendahuluan
Pada bagian ini dikemukakan latar belakang (mengapa topik tersebut perlu ditulis), rumusan masalah, tujuan dan manfaat tulisan Anda bagi pembaca.
Pembahasan / Analisis
Bahasan dan analisis adalah murni bahasa dari Anda.
Segala bentuk sumber / referensi wajib dicantumkan di 2 (dua) bagian makalah,yaitu: bagian yang dikutip di bab Pembahasan, dan bab Daftar Referensi
Simpulan dan Saran
Bagian ini mencakup simpulan, serta saran, dan mengungkapkan secara jelas kepada siapa saran tersebut ditujukan
Daftar Referensi
Bagian ini memuat sumber referensi untuk penulisan makalah, baik dari buku, majalah, artikel ilmiah, dan website.
Tata cara penulisan daftar referensi:
a. Dari Buku oleh Satu Pengarang
Bambang Riyanto.1984. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.
b. Dari Buku oleh Dua Pengarang
Cohen, Morris R, dan Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific Method. New York: Harcourt, Brace & Co.
c. Dari Buku oleh Tiga Pengarang atau Lebih
Sukanto, R., et al. 1980. Business Forecasting, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.
d. Dari Buku oleh Pengarang yang Sama
Van Horne, James C. 1986. Financial Management and Policy, Ninth Edition, New Jersey: Prentice-Hall International Editions.
_______, 1990. Fundamentals of Financial Management, Sixth Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc.
e. Dari Buku tanpa pengarang
Author’s Guide. 1975. Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Penerbit Handayani, 1992.
f. Buku oleh Lembaga, Pemerintah dan Organisasi Lain
R.I., Majelis Musyawarah Rakyat Sementara. 1966. Hasil-hasil Sidang Umum ke IV Tahun 1966, Jakarta: Departemen Penerangan R.I.
g. Surat Kabar
Artikel tanpa nama penulis
Kompas (Jakarta), 28 Pebruari 1995
Artikel dengan judul dan nama penulis
Allen, Maury. “A Grwowing Union,” New York Post. March 20, 1998. P. 4.
Artikel dengan judul tetapi tanpa penulis
“Terpuruknya Dunia Bisnis Perbankan”, Jawa Pos, 30 September 1998. hal. 3.
h. Jurnal, Buletin, Majalah dan Penerbitan Berkala
Irlan Soejono dan A.T. Birowo. 1976. “Distribusi Pendapatan di Pedesaan Padi Sawah di Jawa Tengah”, Prisma, 1, hal. 26-32
Snitzler, James R. 1958. “How Wholesalers Can Cut Delivery Costs”, Journal of Marketing, 23: pp. 21-28
i. Hasil Penelitian
Faisal Kasryno et al. 1981. Perkembangan Institusi dan Pengaruhnya terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja: Studi kasus di Empat Desa di Jawa Barat, Bogor: Studi Dinamika Pedesaan.
j. Kertas Kerja Diskusi Panel, Seminar dan Lokakarya
M. Damiri. 1993. “Perbankan di Indonesia, Suatu Tinjauan Era Deregulasi”, Makalah disampaikan pada Ceramah Deregulasi Perbankan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya, Surabaya.
Tim Dosen STIE Perbanas Surabaya. 1994. “Upaya Pemerataan Pembangunan Melalui Sektor Moneter”, Makalah Pelengkap Seminar Perbankan, Surabaya.
k. Bahan Tidak Diterbitkan (Mimeographed)
“Perkembangan Sektor Pertanian 1971/1972”. 1972. Jakarta: Departemen Pertanian. (Mimeographed)
l. Skripsi, Tesis dan Disertasi
Ida Triwahyuni. 1994. “Pentingnya Analisis Umur Piutang dalam Hubungannya dengan Pengendalian Outstanding Freight di Divisi Feeder PT. Samudera Indonesia Surabaya”, Skripsi Sarjana tak diterbitkan, STIE Perbanas Surabaya.
m. Artikel dalam Ensiklopedia
Banta, Richard E., “New Harmony”, Encyclopedia Britanica (1968 ed.), Vol, 16, p. 305
n. Wawancara
Burrows, Dr. Lewis. Personal Interview on Puerto Rican Workers in a New York City Hospital, Mt. Sinai Hospital, New York, N.Y., 3 Juni 1998.
o. Terjemahan dari Pengarang Lain
Klinchin, A.I. 1957. Mathematical Foundations of Information Theory, diterjemahkan oleh Silverman, R.A. dan Friedman, M.D. New York: Dover.
p. Internet
Rujukan dari Internet berupa Karya Individual
Donald, P., Harby, L. & Gary , W. 1998. A Study on Agricultural Area Online Journals, 193-1997: The Poverty among the Rich, (Online), (http://journal.ccs.soton. ac.uk/ study.html, diakses 12 Juni 1998).
Rujukan dari Internet berupa Artikel dari Jurnal
Hartono. 1999. Peningkatan Kenerrja Buruh Perusahaan melalui Reward System. Jurnal Manajemen , (Online), Jilid 7, No. 3, (http://www.malang.ac.id, diakses 10 Mei 2000).
Segala kutipan atau salinan harus disebutkan nama penulisnya atau sumbernya.
Poin penilaian makalah adalah pada :
§ keaslian dari ide
§ kejujuran dan sportifitas penulisan (tidak banyak kutipan, dan mencantumkan referensi)
§ sistematika penulisan (kejelasan alur berpikir) antara judul, permasalahan, tujuan, pembahasan, simpulan dan saran.
§ kejelasan pengungkapan permasalahan
§ ketajaman analisis
§ kemanfaatan penulisan
Makalah Pendidikan
CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penididikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan. Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari pengertian ini didapat beberapa hal yang berhubungan dengan Pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.
Menurut wadah yang menyelenggarakan pendidikan, pendidikan dapat dibedakan menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal.
Pendidikan formal adalah segala bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik bersifat umum maupun bersifat khusus. Contohnya adalah pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Pendidikan Informal dalah jenis pendidikan atau pelatihan yang terdapat di dalam keluarga atau masyarkat yang diselenggarakan tanpa ada organisasi tertentu(bukan organisasi). Pendidkan nonformal adalah segala bentuk pendidikan yan diberikan secara terorganisasi tetapi diluar wadah pendidikan formal.
Pada makalah ini, akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di Indonesia.
Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan. Kedua dampak itu adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah segala sesuatu yang merupakan harapan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain dapat disebut sebagai ’Tujuan’. Sedangkan dampak negatif adalah segala sesuatu yang bukan merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga dapat disebut sebagai hambatan atau masalah yang ditimbulkan.
Jika peristiwa di atas dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan.
Istilah permasalahan pendidikan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah adalah segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Jadi Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal yang merupakan masalah dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Pendidikan Indonesia adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang diketahui dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program utama pengembangan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
2. Peningkatan mutu pendidikan
3. Peningkatan relevansi pendidikan
4. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas pendidikan
5. Pengembangan kebudayaan
6. Pembinaan generasi muda
Adapun masalah yang dipandang sangat rumit dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan
2. Mutu dan Relevansi
3. Efisiensi dan efektivitas
Setiap masalah yang dihadapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukungnya adapun faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya 4 masalah di atas adalah sebagai berikut.
A. Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
B. Laju Pertumbuhan penduduk
C. Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani tugas yang dihadapinya, dan ketidakfokusan peserta didik dalam menjalani proses pendidikan (Permasalahan Pembelajaran).
makalah pendidikan
1.2 Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Pendidikan Universitas Negeri Padang.
2. Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap masalah pendidikan yang dihadapiIndonesia.
3. Suatu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikanIndonesia.
4. Membantu dalam membahas dan menanggulangi masalah yang dihadapi di dalam dunia pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Permasalahan pendidikan adalah suatu masalah yang sangat komplek. Apabila ditelaah lebih jauh, maka kita akan menemukan sekumpulan hal-hal rumit yang sangat susah untuk disiasati. Masalah yang dihadapi tersebut akan lebih susah jika saling berkait satu sama lain.
Oleh sebab itu, di dalam makalah ini penulis akan memberikan gambaran penting mengenai kumpulan masalah-masalah yang akan di bahas dalam makalah ini. Berikut ini adalah bagan mengenai masalah-masalah yang akan dibahas.
Bagan di atas merupakan gambaran mengenai masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika terdapat suatu hal yang berada diluar ruang lingkup permasalahan, maka masalah tersebut tidak akan dibahas di dalam makalah ini.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Berikut ini kan dijabarkan mengenai manfaat-manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini.
1. Membangun kualitas pendidikan kearah yang lebih baik.
2. Menelaah masalah-masalah pendidikan yang dihadapi.
3. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi masalah pendidikan
4. Batu loncatan kepada pendidikan yang lebih baik.
5. Membangun cara belajar yang lebih efektif.
Demikianlah manfaat-manfaat yang dapat diambil dari pembutaan makalah ini.
Berjuang Meraih Mimpi
Kisah Perjuangan Anak Kampung ke Luar Negeri “Dibalik Kesusahan Pasti Ada Kemudahan”
Kisah anak pelosok desa Sulawesi meraih beasiswa 2 negara. Allah SWT berfirman dalam QS. Ath-thalaq ayat 2-3 yang artinya, ‘’Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah SWT akan selalu memberikan baginya keringanan atau jalan keluar”. Firman Allah tadi membuka kisah Inspirasi kali ini yang bercerita tentang perjuangan, kegigihan, menghadapi hidup, dan menuntut ilmu untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Ia adalah seorang pemuda yang dilahirkan di Kec. Karossa Kab. Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Ia terlahir sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara, dan dari keenam saudaranya, hanya Ia yang bisa menginjakkan kaki di Perguruan Tinggi. Ia adalah Sukmahadi. Hadi atau Sukma adalah nama panggilan orang kepadanya.
Himpitan ekonomi yang ada pada keluarganya/ tak membuat Hadi, tidak bersemangat menuntut ilmu. Hingga akhirnya, Ia mampu menginjakan kaki di tanah negeri seribu benteng, Maroko, Afrika Utara. Tak pernah terpikir, bahkan terbayang dalam benaknya akan merasakan udara pagi di Maroko. Karena ketika duduk di Sekolah Dasar saja, banyak sekolah yang Ia duduki selama menempuh studi. Selama SD, Ia menduduki 5 sekolah, kenapa?. Karena orang tuanya selalu hijrah dari desa ke desa, yang tak lain agar bisa menafkahi anak-anaknya. Kedua orang tuanya bercocok tanam, menjadi petani, dari tanah milik sendiri, sampai menggarap tanah milik orang lain.
Sulawesi Barat, masih kaya hutan rimba yang belum terkelola. Setiap hari hadi dan adik-adiknya harus menempuh hutan rimba sekitar 10 KM untuk bisa sampai ke sekolah. Terjatuh dari sepeda pun, sering mereka alami, kerena jalan yang mereka lalui sangat sempitl, lebarnya hanya sekitar 15 sentimeter dan penuh dengan rumput. Namun, waktu demi waktu roda kehidupan berjalan, dan Alhamdulillah pada tahun 2002 Hadi berhasil menyelesaikan sekolah dasar. Tembok jerami dan lantai semen pun menjadi saksi, semangat dan kegigihan Hadi belajar, hingga akhirnya lulus dari SD. Keinginan melanjutkan sekolah sangat besar dalam benaknya ketika itu, namun takdir berkata lain, di tahun 2002 terjadi perang suku, sebut saja suku mandar dan palopo. Sebagian rumah-rumah keluarga Hadi ikut menjadi pembakaran amuk massa. Dan karena kejadian ini, Hadi dan keluarganya pindah ke Kab. Polewali Mandar, tanah kelahiran ayahnya. sekitar 8 jam dengan menggunakan Bus, dari tempat tinggal Hadi.
Ayah dan ibunya, sudah kewalahan mencari nafkah kala itu, karena himpitan ekonomi yang tak bisa mereka hindari. Tapi Alhamdulillah, banyak keluarga kerabat yang baik hati membantu, untuk keparluan keluarga Hadi. Ikhtiar dan doa dalam shalat, tangis dan harap begitu terpancar dalam wajah orang tuanya. Hingga akhirnya, Allah yang Maha Tahu kebutuhan, dan tak pernah lupa memperhatikan hambanya, hingga akhirnnya ayah Hadi pun, mendapatkan pekerjaan menjadi pembuat gula aren atau gula merah. Karena melihat ayahnya bekerja keras mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, dengan penghasilan pas-pasan, sebagai pekerja pembuat gula aren, Hadi pun tidak bisa melanjutkan studi ke jenjang SMP. Selama satu tahun, penulis hanya bisa membantu orang tuanya membuat gula aren. Dan di tahun 2003, terdengar kabar bahwa ada sebuah yayasan pesantren yang baru saja berdiri dan mambutuhkan santri secara cuma-Cuma, alias gratis, karena masih butuh santri, Pondok pesantren itu bernama Al-Ihsan di Polewali Mandar. Mendengar kabar itu Hadi sangat bahagia dan gembira, karena Ia bisa melanjutkan sekolah. Di sekolah inilah, Ia dididik oleh seorang kyai pimpinan pondok. Ibunya pun sangat bahagia karena anaknya bisa melanjutkan sekolah.
Setelah dua tahun tinggal di pesantren, Ia merasa tidak puas dengan apa yang Ia dapatkan. sehingga Ia memutuskan untuk pindah dari pondok ke pondok yang lain, tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dengan uang seadanya yang dibawa, ibunya menyusuri sebuah kecamatan di mana terdapat banyak ponpes di kecamatan tersebut, hinnga akhirnya, ibu yang Ia cintai berhasil menemukan Hadi, di pesantren terakhir yang beliau cari. Alhamdulillah ya Rabb, anakku masih ada, ibunya sangat bersyukur. Lalu pada tahun 2006, Ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah, di Sulbar. Waktu Tak terasa begitu cepat Ia rasakan. Setelah setahun duduk di bangku MA, tepatnya kelas dua, Ia berkeinginan kuat untuk menempuh kuliah di luar negeri setelah tamat SMA. Dan akhirnya Ia putuskan selalu semangat menabung, agar cita-citanya tercapai.
Ibunya yang juga bekerja menjadi pembuat gula, hanya mampu memberi uang jajan Hadi sekitar 2 ribu rupiah per hari/ dan uang itu Ia pakai untuk menabung. Hingga akhirnya, di tahun 2009, Hadi lulus dari MA, Pergis Campalagian Sulawesi barat. Saat itu, Ia merasa menemukan jalan buntu karena informasi tentang Beasiswa ke luar negeri sangat jarang, maklum saat itu SULawesi BARat masih belum terjangkau internet, jangankan internet sebagian kabupaten saja masih banyak yang belum menikmati listrik. Informasi yang masih sangat susah diakses, membuatnya bertanya-tanya ke sana kemari hingga akhirnya bermodalkan doa dan restu kedua orang tuanya, yang yakin bahwa Allah akan menolong setiap hambanya yang serius belajar dan kuat berazam, serta keyakinan bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Akhirnya Ia menemukan seseorang lulusan Universitas, Al-Azhar Cairo, Mesir.
Ia memberi banyak informasi tentang Beasiswa ke Luar Negeri khususnya mesir. Namun Allah berkehendak lain saat itu, tes untuk beasiswa ke Al-Azhar Cairo diadakan di Kedutaan Besar Mesir di Jakarta. Hadi hanya bisa menangis, dan berdoa agar ia diberi kesempatan lain.
Kedua orang tuanya pun tak kuasa menahan air mata, karena tak bisa mewujudkan keinginan anaknya untuk pergi ke Jakarta, karena tak memiliki uang untuk ongkos pergi ke Jakarta. Untuk makan saja mereka pas-pasan, bahkan kadang hanya makan singkong saja. Hingga beberapa bulan kemudian, ada ajakan dari temannya, untuk ikut tes nonbeasiswa ke mesir karena bisa meraih banyak beasiswa kalau sudah lulus dari tes tersebut. Akhirnya, Ia pun mengikuti ajakan temannya.
Berbekal restu orang tuanya, meski lagi-lagi hatinya menangis, sangat ingin meraih cita-cita studi ke luar negeri, tetapi tak punya modal. Namun dalam hatinya yang paling dalam berkata, Allah tidak buta, Allah maha kaya dan yakin bahwa semua ini ada hikmahnya. Dan walaupun Ia tidak jadi ke Al-Azhar Cairo, tapi Ia menerima beasiswa kuliah di UIN Makasar, karena penulis termasuk siswa yang meraih prestasi selama di MA. Ia bersyukur dan bahagia, Ia berusaha menutupi kekurangannya dengan penuh kemadirian dan mengharap ridho dari orang tua. Bulan demi bulan hingga cukuplah setahun Ia kuliah di UIN Alauddin Makassar, jurusan sastra arab. Hingga akhirnya di tahun 2010, Ia medapatkan beberapa informasi Beasiswa ke timur tengah diantaranya Libya, Sudan dan lainnya. Alhamdulillah beasiswa Sudan dan Maroko tepatnya bulan puasa 2010, sebelum Ia tidur tiba-tiba handphonnya berdering ternyata pesan itu berisi, bahwa Ia lulus, meraih beasiswa Sudan dan Maroko. Pesan tersebut berasal dari salah satu pegawai kementerian Agama RI atas nama Bpk. Bil Bachtiar, Lc, MA. Walaupun Ia dinyatakan lulus, disisi lain Ia gelisah, bahkan sempat meneteskan air mata dihadapan seorang guru, karena beasiswa tersebut tak semuanya ditanggung membuatku harus berjuang bagaimana caranya agar bisa sampai ke Jakarta. Lalu dengan tetes air mata bahagia dan rasa syukur, Ibunya berkata, “InsyaAllah, Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita, rajin shalat tahajud dan dhuha nak, insyaAllah kalau sudah rizkimu pasti ada jalan keluar. Hingga akhirnya BAZDA atau badan zakat daerah Kab. Polewali Mandar mengabulkan permohonannya setelah Ia berusaha mencari bantuan dari beberapa lembaga dan dengan restu orang tua dan keyakinan tak ada yang mustahil di dunia ini, meski keuangan orang tuanya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, tapi jika Allah berkata Ia maka kini Hadi pun merasakan, indahnya kota Maroko, Afrika utara. Subhanallah.
Jumat, 20 Maret 2015
Teori Kecerdasan Berganda dari Howard Gardner
MULTIPLE INTELLIGENCES
Teori Kecerdasan Berganda
Howard Gardner
A. Pendahuluan
Howard Gardner lahir 11 Juni 1943, ia masuk Harvard pada tahun 1961, dengankeinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh Erik Erikson, ia berubah mempelajari Hubungan-sosial (gabungan psikologi, sosiologi, dan antropologi), dengan kosentrasi di psikologi klinis. Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome Bruner dan JeanPiaget. Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi masalah “Sensitivitas pada anak-anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di Proyek Zero. Didirikan pada tahun1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian sistematis pemikiran artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan kelembagaan.
Howard Gardner setelah melakukan penelitian selama bertahun tahun semua manusia memiliki kecerdasan. Tidak ada istilah manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang teori dikotomi cerdas-tidak cerdas dari ahli terdahulu. Gardner juga menentang aggapan “cerdas” dari sisi IQ (intelectual quotion), yang hanya mengacu pada tiga jenis kecerdasan, yakni logiko-matematik, linguistik, dan spasial.
Howard Gardner, dari Harvard University, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences, yang kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan, dan neuro anatomi (ia mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences/Kecerdasan Majemuk). Bagi para pendidik dan implikasinya bagi pendidikan, multiple intelligences melihat anak sebagai individu yang unik. Pendidik akan melihat bahwa ada berbagai variasi dalam belajar, yang setiap variasi menimbulkan konsekuensi dalam cara pandang dan evaluasinya.
B. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata; kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan; kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
Multiple intelligences memiliki karakteristik konsep sebagai berikut:
1) Semua inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat. Dalam pengertian ini, tidak ada inteligensi yang lebih baik atau lebih penting dari inteligensi yang lain
2) Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama.
3) Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan, dan dikembangkan secara optimal. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki dan menipiskan kelemahan-kelemahan;
4) Semua kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerjasama untuk mewujudkan aktivitas yang diperbuat manusia. Satu kegiatan mungkin memerlukan lebih dari satu kecerdasan, dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai bidang.
5) Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan di seluruh/semua lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia.
C. Ciri-ciri Teori Multiple Intelligences
Sampai saat ini, teori Multiple Intelligences masih berfokus pada upaya mengenali dan menguraikan bakat bukannya pada membuat struktur halus dan berfungsinya kecerdasan. Teori multiple intelligences Howard Gardner memiliki beberapa ciri penting yang membedakannya dengan teori kecerdasan lain. Menurut teori MI, setiap orang memiliki semua kecerdasan yang dicetuskan Gardner. Teori MI adalah teori fungsi kognitif. Teori ini menandaskan bahwa setiap orang memiliki semua kapasitas kecerdasan. Hanya saja, semua kecerdasan tersebut bekerja dengan cara yang berbeda-beda, tetapi berfungsi bersama-sama secara khas dalam diri seseorang. Seseorang mungkin memiliki semua kecerdasan pada tingkat yang relatif tinggi, sementara orang lain mungkin hanya memiliki kecerdasan-kecerdasan itu dalam kondisi paling dasar (relatif rendah).
Pada umumnya, orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai (adequate). Menurut Gardner, setiap orang, sebenarnya, mempunyai kapasitas untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya hingga tingkat tertinggi, asalkan memperoleh dukungan, pengayaan, dan pembelajaran yang tepat atau pas. Ini berarti, seorang anak yang memperoleh dukungan positif dari orang tua, fasilitas yang menunjang, bimbingan yang intensif akan memiliki peluang untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya, seperti bermain musik, bercerita, melukis, dan menari.
Pada umumnya, kecerdasan-kecerdasan bekerja bersamaan melalui cara yang kompleks. Menurut Gardner, kecuali pada diri orang savant dan orang yang mengalami cidera otak, kecerdasan-kecerdasan itu tidak berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan selalu berinteraksi satu dengan yang lain. Ketika bermain sepak bola, misalnya, seseorang tidak semata mata mengandalkan kecerdasan kinestetik (untuk menendang) tetapi juga memanfaatkan kecerdasan visual-spasial (untuk mengorientasikan diri dan mengantisipasi lintasan bola). Ada berbagai cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori. Tidak ada seperangkat ciri standar yang musti dimiliki untuk disebut cerdas.
D. Sembilan Kecerdasan dalam Multiple Intelligences
1. Kecerdasan Verbal-Linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik berkaitan erat dengan kata-kata, baik lisan maupun tertulis beserta dengan aturan-aturannya. Seorang anak yang cerdas dalam verbal-linguistik memiliki kemampuan:
(1) berbicara yang baik dan efektif,
(2) cenderung dapat mempengaruhi orang lain melalui kata-katanya
(3) suka dan pandai bercerita serta melucu dengan kata-kata
(4) erampil menyimak dan suka bermain bahasa
(5) cepat menangkap informasi lewat kata-kata
(6) mudah hafal kata-kata, nama (termasuk nama tempat)
(7) memiliki kosakata yang relatif banyak
(8) cepat mengeja kata-kata
(9) berminat terhadap buku (membuka-buka, membawa, mengoleksi)
(10) cepat membaca dan menulis
Menurut Gardner, kecerdasan linguistik “meledak” pada awal masa kanak-kanak dan tetap bertahan hingga usia lanjut. Kaitannya dengan sistem neurologis, kecerdasan ini terletak pada otak bagian kiri dan lobus bagian depan. Kecerdasan linguistik dilambangkan dengan kata-kata, baik lambang primer (kata-kata lisan) maupun sekunder (tulisan).
2. Kecerdasan Logika-Matematika
Kecerdasan logika-matematika berkaitan dengan kemampuan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika. Anak-anak yang mempunyai kelebihan dalam kecerdasan logika-matematika :
(1) tertarik memanipulasi lingkungan serta cenderung suka menerapkan strategi coba-ralat;
(2) menduga-duga sesuatu;
(3) terus menerus bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang peristiwa di sekitarnya. Pertanyaan seperti, “mengapa telur berubah jadi ayam?” merupakan contoh pertanyaan yang berhulu logika-matematika;
(4) relatif cepat dalam kegiatan menghitung, gemar berhitung, dan menyukai permainan strategi seperti permainan catur jawa;
(5) cenderung mudah menerima dan memahami penjelasan sebab-akibat;
(6) suka menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama;
Menurut Gardner, kecerdasan logika-matematika bersemayam di otak depan sebelah kiri dan parietal kanak. Kecerdasan ini dilambangkan dengan, terutama, angka-angka dan lambang matematika lain. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun.
3. Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain seperti dekorasi, srsitektur, lukisan, patung.
Anak yang cerdas dalam visual-spasial :
(1) memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-bentuk, ruang, dan bangunan;
(2) memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial (dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata);
(3) memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda;
(4) mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek;
(6) dapat mempergunakan apa pun untuk membentuk sesuatu yang bermakna baginya;
Menurut Howard Gardner (1993), kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi di otak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi anak. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.
4. Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan gerak-kinestetik berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan mempergunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan menerima rangsang, sentuhan, dan tekstur.
Anak yang cerdas dalam gerak-kinestetik :
(1) terlihat menonjol dalam kemampuan fisik (terlihat lebih kuat, lebih lincah) daripada anak-anak seusianya;
(2) suka bergerak, tidak bisa duduk diam berlama-lama;
(3) mengetuk-ngetuk sesuatu;
(4) suka meniru gerak atau tingkah laku orang lain yang menarik perhatiannya;
(5) senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak seperti mamanjat, berlari, melompat, berguling;
(6) suka menyentuh barang-barang;
(7) suka bermain tanah liat dan menunjukkan minat yang tinggi ketika diberi tugas yang berkaitan dengan keterampilan tangan;
(8) memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang baik;
(9) gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan;
(10) cepat menguasai tugas-tugas motorik halus.
Menurut Gardner, kecerdasan gerak-kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum, basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki wujud relatif bervariasi, bergantung pada komponen-komponen kekuatan dan fleksibilitas serta doimain seperti tari dan olah raga.
5. Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal berkaitan dengan kemampuan menangkap bunyi-bunyi, membedakan, menggubah, dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara suara yang bernada dan berirama. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, melodi, dan warna suara.
Anak-anak yang cerdas dalam musikal :
(1) cenderung cepat menghafal lagu-lagu dan bersemangat ketika kepadanya diperkenalkan lagu;
(2) menikmati musik dan menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai irama music tersebut;
(3) mengetuk-ngetukkan benda ke meja pada saat menulis atau menggambar. Mereka cenderung senang bermain alat musik atau bahkan bermusik dengan benda-benda tak terpakai;
(4) suka menyanyi, bersenandung, atau bersiul;
(5) mudah mengenali suara-suara di sekitarnya seperti suara sepeda motor, burung, kucing, anjing;
(6) dapat mengidentifikasi perbedaan suara-suara sejenis, seperti suara-suara sepeda motor dari merk yang berbeda, suara berbagai burung, suara kucing lapar dan berkelahi, suara beberapa guru dan temannya;
(7) mudah mengenali suatu lagu hanya dengan mendengar nada-nada pertama lagu tersebut.
Menurut Gardner, musikal merupakan kecerdasan yang tumbuh paling awal dan muncul secara tidak terduga dibandingkan dengan bidang lain pada inteligensi manusia. Kecerdasan musikal mampu bertahan hingga usia tua. Kecerdasan musical mempunyai lokasi di otak bagian kanan (Gardner, 1993; Armstrong, 1996:7).
6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan ini melibatkan banyak kecakapan, yakni kemampuan berempati pada orang lain, kemampuan mengorganisasi sekelompok orang menuju ke tujuan suatu tujuan bersama, kemampuan mengenali dan membaca pikiran orang lain, kemampuan berteman atau menjalin kontak. Kecerdasan interpersonal dibangun, antar lain, atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, khususnya perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan intensi (maksud) (Gardner, 1993:23).
Anak-anak yang memiliki kecerdasan interpersonal :
1) cenderung mudah memahami perasaan orang lain;
2) sering menjadi pemimpin di antara teman-temannya;
3) pandai mengorganisasi teman-teman mereka dan pandaI mengkomunikasikan keinginannya pada orang lain;
4) memiliki perhatian yang besar pada teman sebayanya sehingga acapkali mengetahui berita-berita di seputar mereka;
5) memiliki kemahiran mendamaikan konflik dan menyelaraskan perasaan orang-orang yang terlibat konflik;
6) mudah mengerti sudut pandang orang lain, dan dengan relatif akurat, mampu menebak suasana hati dan motivasi pribadi orang lain;
7) cinta damai, pengamat dan motivator yang baik;
8) mempunyai banyak teman;
9) mudah bersosialisasi serta senang terlibat dalam kegiatan atau kerja kelompok;
10) menikmati permainan-permainan yang dilakukan secara berpasangan atau berkelompok;
11) suka memberikan apa yang dimiliki dan diketahui kepada orang lain, termasuk masalah ilmu dan informasi;
12) tampak menikmati ketika mengajari teman sebaya mereka tentang sesuatu, seperti membuat gambar, memilih warna, atau bahkan cara bersikap.
Riset mengenai otak menunjukkan bahwa otak bagian depan memegang peran yang sangat penting dalam pengetahuan interpersonal. Kerusakan pada bagian ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian yang besar). Kecerdasan interpersonal ini bersemayam, terutama pada hemisfer kanan dan system limbik Kecerdasan ini dipengaruhi oleh kualitas kedekatan atau ikatan kasih saying selama masa kritis tiga tahun pertama (Armstrong, 1996:7). Oleh karena itu, anak yang dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, mungkin akan mengalami permasalahan yang serius. Selain itu, kecerdasan interpersonal juga dipengaruhi oleh interaksi sosial manusia.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan aspek internal dalam diri seseorang, seperti, perasaan hidup, rentang emosi, kemampuan untuk membedakan emosi-emosi, menandainya, dan menggunakannya untuk memahami dan membimbing tingkah laku sendiri (Gardner, 1993:24-25). Anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal yang baik :
(1) terlihat lebih mandiri;
(2) memiliki kemauan yang keras;
(3) penuh percaya diri;
(4) memiliki tujuan-tujuan tertentu;
(5) tidak mengalami masalah ketika dibiarkan “bekerja sendiri karena merekacenderung memiliki gaya “belajar” tersendiri;
(6) suka menyendiri dan merenung.
Anak-anak yang cerdas dalam intrapersonal, walaupun memiliki kemauan kuat tetapi mereka mampu mengubah target ketika target awal gagal. Mereka mampu belajar dari kegagalan dan memahami kekuatan serta kelemahan mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka dapat dengan tepat mengungkapkan perasaannya Selain itu, mereka juga mampu menghargai diri sendiri dan memiliki kemampuan untuk berkreasi dan berhubungan secara dekat.
Awal masa anak-anak merupakan saat yang menentukan bagi perkembangan intrapersonal. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan, dorongan, dan tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu membentuk citra diri sejati (Armstrong, 1993:131). Untuk merangsang kecerdasan intrapersonal, guru perlu menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak.
Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasi yang sesuai untuk menumbuhkan kecerdasan intrapersonal ini.
Kecerdasan intrapersonal mempunyai tempat di otak bagian depan. Kerusakan otak bagian ini kemungkinan akan menyebabkan orang mudah tersinggung atau euforia. Sementara kerusakan di bagian yang lebih atas, kemungkinan besar akanmenyebabkan sikap tak acuh (cuek), enggan-lesu, lamban, dan apati (semacam depresi). Anak-anak autis, misalnya, adalah contoh anak-anak yang cacat dalamkecerdasan intrapersonal. Mereka tidak mampu merujuk diri mereka sendiri. Meskipun demikian, mereka mungkin memiliki kemampuan yang luar biasa di bidang musik,matematika, atau spasial.
8. Kecerdaan Naturalis
Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasikan flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga berkaitan dengan kecintaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan. Kecerdasan naturalis juga ditandai dengan kepekaan terhadap bentukbentuk alam, seperti dedaunan, awan, batu-batuan.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis :
(1) cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan
(2) menghabiskan waktu mereka di dekat akuarium;
(3) memiliki keingintahuan yang besar tentang seluk-beluk hewan dan tumbuhan (Armstrong, 1993).
(4) cenderung suka mengoleksi bunga-bunga dan daun-daun kering;
(5) mengoleksi mainan binatang tiruan, seperti dinosaurus, harimau, dan ular;
(6) menikmati “komunikasi” dengan binatang piaraan dan memberi mereka makan;
(7) memiliki perhatian yang relatif besar terhadap binatang, tumbuhan, dan alam. Mereka tidak takut memegang-megang serangga dan berada di dekat binatang.
Kecerdasan naturalis memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Pengetahuan anak mengenai alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat mengantarkan mereka ke berbagai profesi strategis, seperti dokter hewan, insinyur pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, ahli farmasi, ahli geodesi, geografi, dan ahli lingkungan.
Kecerdasan naturalis berada di wilayah-wilayah parietal kiri. Kecerdasan ini muncul secara dramatis pada sebagian anak. Kecerdasan ini, menurut Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The Eight Intelligence : Naturalistic Intelligence (2000 via Indra-Supit, dkk, 2003 : 110) berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola, membuat hubungan yang sangat tidak kentara. Bukan hanya itu, kecerdasan naturalis juga berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap sensori persepsi dan bagian otak yang berkaitan dengan membedakan dan mengklasifikasikan sesuatu, yaitu otak bagian kiri.
9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan eksistensial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna kematian, nasib dunia jasmani maupun kejiwaan, dan dengan makna pengalaman mendalam seperti cinta atau kesenian (Armstrong, 1996). Kecerdasan eksistensial juga berkaitan dengan kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir menyangkut hal-hal yang besar (menjadi pemimpin) (Theacorn, 2003)
Anak yang memiliki kecerdasan eksistensial :
(1) cenderung memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu;
(2) menanyakan berbagai hal yang mungkin sekali tidak terpikirkan oleh anak lain sebayanya. Pertanyaan “Apakah benar ada hantu?”, “Mengapa kita harus berdoa pada Tuhan?”, dan “Di mana Tuhan berada?” merupakan contoh pertanyaan anak-anak yang berhulu pada kecerdasan eksistensial ini. Stimulasi kecerdasan eksistensialis mungkin tidak mudah dilakukan. Meskipun
demikian, tugas merenungkan sesuatu yang ada di sekitar anak dapat menumbuhkan kecerdasan ini. Kegiatan bercerita yang diakhiri pertanyaan-pertanyaan yang menggugah kesadaran dapat digunakan sebagai stimulasi eksistensial, seperti “Bagaimana jika kita tidak punya ibu?”, “Bagaimana jika tidak ada air?”
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Multiple Intelligences
Kecerdasan yang dimiliki seseorang dapat berkembang sampai tingkat kemampuan yang disebut mumpuni. Pada tingkat ini, kemampuan seseorang di bidang tertentu, yang berkaitan dengan kecerdasan itu, akan terlihat sangat menonjol. Berkembang tidaknya suatu kecerdasan bergantung pada tiga faktor penting berikut:
1) Faktor biologis (biological endowment), termasuk di dalamnya faktor keturunan atau genetis dan luka atau cedera otak sebelum, selama, dan setelah kelahiran;
2) Sejarah hidup pribadi, termasuk di dalamnya adalah pengalaman-pengalaman (bersosialisasi dan hidup) dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang lain, baik yang membangkitkan maupun yang menghambat perkembangan kecerdasan;
3) Latar belakang kultural dan historis, termasuk waktu dan tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi perkembangan historis atau kultural di tempat yang berbeda.
F. Implikasi kecerdasan ganda (MI) dalam pembelajaran
Secara umum inteligensi ganda pada diri seseorang dapat dikembangkan. Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman untuk membantu mengembangkan kecerdasan ganda yang dimiliki siswa. Haggery (Baharudin,2008: hlm153-154) mengungkapkan beberapa prinsip untuk membantu mengembangkan inteligensi ganda, yaitu:
1. Pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, seorang guru tidak boleh terpaku hanya pada satu jenis kemampuan intelektual saja, sebab satu jenis kemampuan saja tidak cukup untuk menjawab persoalan-persoalan manusia secara menyeluruh.
2. Pendidikan seharusnya individual. Setiap karakteristik yang dimiliki siswa mendapat perhatian dalam proses pembelajaran. Mengajar hanya dengan materi, cara, dan waktu yang sama bagi siswa yang memiliki kemampuan tertentu, jelas tidak menguntungkan bagi siswa lain yang memiliki kemampuan berbeda. Dalam setiap proses pembelajaran guru harus memperhatikan perbedaan yang dimiliki oleh setiap siswa.
3. Pendidikan harus dapat memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar.
4. Proses pembelajaran yang baik adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan cara belajar sendiri sesuai dengan kemmpuan yang dimilikinya, siswa diberi kebebasan mengevaluasi hasil belajar sendiri.
5. Sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang mereka miliki, misalnya siswa membutuhkan peralatan olah raga, seni, musik untuk mengembangkan inteligensi. Maka sekolah menyediakan peralatan tersebut.
6. Evaluai proses pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis .Evaluasi kontekstual lebih menekankan pada penilaian performa siswa dalam proses belajar apakah sesuai dengan kriteria yang diharapkan atau tidak.
7. Proses pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi hanya dalam gedung sekolah. Konsep kecerdasan ganda memungkinkan proses pembelajaran dilaksanakan di luar gedung sekolah saja, tetapi bisa lewat masyarakat, kegiatan ekstra, atau kontak dengan orang lain.
G. Penutup
Menurut Gardner, dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut, namun untuk orang-orang tertentu kadang suatu inteligensi lebih menonjol daripada inteligensi lain. Hal ini bukan berarti bahwa inteligensi tersebut menunjukkan seperti apa orang tersebut, melainkan ia lebih menekankan bahwa inteligensi merupakan representasi mental, bukan karakteristik yang baik untuk menntukan orang macam apa mereka.
Kesembilan inteligensi yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara memadai sehingga dapat berfungsi bagi orang tersebut. Dengan kata lain inteligensi bukanlah sesuatu yang tetap atau mati dan tidak dapat dikembangkan. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi pengembangan inteligensi seseorang secara maksimal. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki inteligensi kurang di bidang matematis-logis dapat dibantu atau dibimbing agar dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan matematis-logisnya, atau mungkin juga seorang anak yang rendah kecerdasan interpersonalnya dapat dilatih dan dididik agar meningkatkan kemampuannya bersosialisasi dengan orang lain. Hal inilah yang membedakan konsep kecerdasan ganda (multiple inteligensi) dengan konsep kecerdasan konvensional.
Langganan:
Postingan (Atom)