Jumat, 20 Maret 2015

School Bullying


Peranan Pembelajaran IPS dalam Menekan

Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah

 

 

A.    Pendahuluan

1.      Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Sekolah sebagai sebuah lingkungan yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak ke arah tujuan tertentu, khusunya untuk memberikan kemampuan dan ketrampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari.

Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal. Peserta didik usia 12–19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Periode ini merupakan masa perubahan yang sangat besar. Selama periode ini pertumbuhan fisik, emosional, dan intelektual terjadi dengan kecepatan yang “memusingkan”, menentang peserta didik sebagai remaja untuk menyesuaikan diri dengan suatu bentuk “tubuh baru”, identitas sosial, dan memperluas pandangannya tentang dunia (Siti, 2008:201).

SMPN I Belalau yang terletak di kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung merupakan salah satu sekolah yang memiliki banyak sekali problematika dalam proses belajar mengajar. SMPN I Belalau berada di lingkungan pedesaan yang masih kental dengan adat dan budaya Lampung dengan masyarakat yang mayoritas berasal dari suku Lampung. Lingkungan yang berupa perkebunan kopi bahkan merupakan sentranya perkebunan kopi dan beberapa kawasan kecil hutan cagar alam. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Lampung Barat terutama Belalau bekerja di sektor pertanian yaitu perkebunan kopi, sehingga hari-hari mereka dihabiskan di kebun yang jauh dari rumah terkadang mereka harus tinggal di kebon. Dengan melihat kondisi yang seperti ini, tak pelak lagi banyak siswa SMP N I Belalau yang harus terpisah dari orang tuanya dan harus tinggal di kampung bersama kerabat atau neneknya.

Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali timbul permasalahan sosial di kalangan siswa, salah satu diantaranya adalah kenakalan remaja. Kurangnya perhatian dari orang tua dan adanya kecenderungan pergaulan yang tidak terkontrol dengan orang dewasa merupakan salah satu penyebab kenakalan remaja ini.  Hal yang paling berpangaruh disebabkan oleh peserta didik usia mengengah merupakan fase yang belum stabil. Begitu banyak hal yang bisa menjerumuskan peserta didik ke masalah-masalah tertentu. Permasalahan yang dihadapi peserta didik usia sekolah menengah dalam bentuk perilaku. Remaja seringkali dianggap sebagai kelompok yang “aneh” karena dalam kehidupannya kelompok ini sering menganut kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berbeda atau bertentangan dengan kaidah-kaidah dan nilai yang dianut orang dewasa terutama orang tuanya.

Selain Kemajuan teknologi informasi di era globalisasi ini tak mampu terhindarkan. Keberadaan internet yang begitu bebas diakses dimanapun berada menjadi momok tersendiri bagi peserta didik. Si peserta didik bebas mengakses apapun baik melalui komputer, di Warung internet maupun melalui smartphone. Peserta didik biasanya mengakses hal-hal yang bersifat porno, kekerasan, ataupun kenakalan-kenakalan lainnya. Ekspos berlebihan terhadap kekerasan di media massa. Walaupun, di SMP N I Belalau telah membuat aturan mengenai pelaranagn membawa telepon seluler berkamera, tetapi masih ada saja siswa yang kedapatan sedang mengakses film porno. Hal tersebut begitu memalukan dan mengecewakan.

Salah satu efek yang berpengaruh dari media massa dan internet adalah maraknya kasus kekerasan antar siswa (Bullying/Bully) di SMPN I Belalau. Tidak hanya siswa laki-laki saja tetapi juga terjadi di kalangan siswa perempuan. Sehingga muncul kelompok-kelompok (geng) baru di sekolah, kelompok (geng) siswa yang merasa hebat dari segi ekonomi dan gaya hidup dan sebagian kecil siswa yang berada dalam kondisi ekonomi rendah serta pendiam.

 

2.      Rumusan Masalah

Perilaku Bullying merupakan masalah yang sangat penting untuk ditangani oleh semua pihak sekolah pada umumnya, dan guru IPS pada khususnya. Dalam makalah ini akan dikaji beberapa masalah yang berkaitan dengan Perilaku Bullying, yaitu sebagai berikut:

a.      Faktor-Faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan timbulnya perilaku Bullying di kalangan siswa?

b.      Dampak apa sajakah yang timbulkan sebagai akibat perilaku bullying?

c.       Apa sajakah peranan Guru IPS dalam menekan perilaku bullying?

d.      Media dan Model Pembelajaran apakah yang cocok untuk menekan perilaku bullying?

 

3.      Tujuan Penelitian

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

a.      Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Sumber dan Media Pembelajaran IPS.

b.      Membantu pihak sekolah dalam upaya penekanan perilaku Bullying melalui aktivitas pembelajaran IPS.

c.       Meningkatkan kreativitas guru dalam inovasi pembelajaran IPS.

d.      Mengenalkan kepada guru-guru mata pelajaran lain akan media, sumber dan model belajar yang bervariatif dan sangat efektif dalam menekan perilaku bullying.

 

4.       Manfaat Penulisan Makalah

Berikut ini akan dijabarkan mengenai manfaat-manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, antara lain:

a.       Menekan perilaku Bullying siswa di sekolah.

b.      Mengenalkan kepada guru mata pelajaran pada umumnya, dan guru IPS pada khususnya tentang media, sumber dan meodel pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran.

c.       Melatih siswa untuk berpikir kreatif dan kritis terhadap suatu permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

d.      Membangun cara belajar yang lebih efektif dengan mengaktifkan peran siswa dalam pembelajaran IPS.

 

 

B.     Pembahasan

1.      Kenakalan Remaja

Fase remaja adalah merupakan salah satu periode rentang kehidupan siswa. Menurt Konopka dalam Pikunas (1976) dalam Siti (2008:201) fase ini meliputi remaja awal: 12-15 tahun, remaja madya: 15-18, remaja akhir: 19-22 tahun.  Remaja Jika dilihat dari klasifikasi tersebut maka siswa SMP termasuk ke dalam kategori remaja awal. Dilihat dari usia dan perkembangannya, nampak kelompok usia 12-19 adalah tergolong pada kelompok tradisional (masa peralihan), dimana pada masa ini bersifat sementara yaitu rentang waktu antara usia anak-anak dengan usia dewasa, sehingga bisa dipahami bahwa pada setiap periode transisi selalu ada gejolak dalam mencari identitasnya. 

Siswa SMP adalah siswa yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan, namun dalam menjalani proses ini tidak semua remaja dapat mencapainya secara mulus. Salah satu ciri yang esensial dari individu ialah bahwa ia selalu melakukan kegiatan atau berperilaku. Kegiatan individu merupakan manifestasi dari hidupnya, baik sebagai individu maupu makhluk sosial. Individu melakukan kegiatan selalu dalam interaksi dengan lingkungannya, lingkungan manusia, dan bukan manusia.

Secara garis besar ada dua kecenderungan interaksi individu dengan lingkungnya, ia akan menolak lingkungan atau menerima lingkungan. Terhadap hal-hal yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang bersifat ancaman individu akan melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan ini bermacam-macam, tetapi garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu perlawanan (aggression) dan pelarian (withdrawl) (Siti,2008:132). Apabila individu merasa kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan yang mengancam dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan terhadap lingkungan, tetapi apabila ia merasa lemah atau tidak mempunyai kekuatan untuk melawan lingkungan maka ia akan menghindarkan diri atau melarikan diri.

Bentuk perbuatan menentang atau melawan ini bermacam-macam dari menggerutu, mencela atau mencaci maki, memarahi sampai dengan merusak dan menghancurkan. Demikian juga dengan penghindaran atau pelarian, bentuknya bermacam-macam seperti perbuatan diam tidak member reaksi, tidak hadir dalam suatu kegiatan, melepaskan diri dari tugas atau tanggung jawab, mencari-cari kegiatan pengganti seperti mabuk, narkoba, berjudi, dan lain-lain. Salah satu yindakan penolakan yang sangat membahayakan siswa adalah perilaku Bulyying. Meskipun bisa dikatakan perilaku yang masih bisa diatasi, tetapi akan berdampak besar pada perkembangan emosi pelaku dan korban bullying tersebut.

 

2.      Perilaku Bullying di sekolah

a.      Pengertian Bullying

Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu. Banyak definisi tentang bullying ini, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual), namun penulis akan membatasi dalam school bullying. (Menurut Santrock, 2007:104) Bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yng lebih lemah. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio dalam Ehan (2013) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Mereka kemudian mengelompokkan bullying ke dalam 5 kategori:

a)      Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain).

b)      Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme, merendahkan (put-down), mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek).

c)      Perlaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).

d)     Perilaku non verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).

e)      Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).

 

Bullying sebagai salah satu bentuk perbuatan penolakan siswa terhadap lingkungan. Bullying adalah perilaku verbal atau fisik yang dimaksudkan untuk menyerang orang lain yang kurang kuat. Salah satu bentuk bullying yang paling sering dilakukan adalah meremehkan penampilan atau perkataan. Dampak yang diderita oleh korban bullying dapat berlangsung dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek mereka dapat menjadi depresi, kehilangan minat untuk menyelesaikan tugas sekolah, atau sering menolak untuk pergi sekolah.

 

b.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Bullying

Banyak faktor yang dapat memicu ter-jadinya Bullying, antara lain: factor keluarga, teman sepermainan (teman sebaya), lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Faktor keluarga yaitu faktor kualitas hubungan orang tua dengan penggunaan hukuman fisik dirumah dinilai sangat signifikan dengan faktor resiko terjadinya Bullying. Teman sepermainan dapat menjadi penyebab munculnya perilkau bullying. Anak yang cenderung bergaul dengan teman-teman yang suka berbuat kekerasan akan memicu si anak tersebut untuk meniru apa yang dilakukan temannya tersebut. Pergaulan dengan orang dewasa yang pola pikir dan tingkah lakunya jauh berbeda dengan anak tersebut, akan mengganggu perkembangan emosi si anak. Lingkungan yang tidak kondusif dimana segala bentuk kekerasan dibiarkan saja terjadi bahkan dianggap sebagai kebiasaan yang tidak begitu membahayakan bagi mereka otomatis bagi anak usia remaja akan menilainya lain. Mereka menganggap kekerasan adalah hal yang wajar dan dibolehkan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan tak luput pula sebagai faktor penyebab timbulnya perilaku bullying, bahkan tindakan bullying lebih sering terjadi di sekolah. Kasus bullying tidak hanya terjadi antara siswa dengan siswa tetapi juga dapat dilakukan oleh seorang guru, meskipun bagi guru itu hanya sekedar peringatan ringan untuk anak yang berbuata kesalahan, baik dalam proses belajar mengajara maupun kesalahan yang dilakukan di luar kelas.

Adanya eksploitasi secara transparan terhadap tindakan kekerasan dan bullying lewat media cetak dan elektronik secara tidak langsung juga akan dapat mempengaruhi poa pikir  remaja (siswa) untuk meniru adegan-adegan kekerasan yang mereka lihat. Adanya pemberitaan kasus bullying di Koran ataupun di televisi, tayangan sinetron yang menampilkan kekerasan juga menjadi salah satu faktor penyebab munculnya perilaku bullying di kalangan remaja (siswa).

 

c.       Dampak Buruk  Tindakan Bullying

Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah terganggunya kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang dilakukan Riauskina dkk. (dalam Ehan, 2013), ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.

Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder) (Santrock, 2007:104).

 

3.      Peranan Pembelajaran IPS Dalam Menekan Perilaku Bullying

Perilaku Bullying di lingkungan sekolah merupakan permasalahan yang harus segera dipecahkan dan  melibatkan berbagai pihak, karena hal ini menjadi tanggung jawab semua warga sekolah. Kepala sekolah, guru BK, guru Agama, guru Pkn dan termasuk pula guru IPS pada khususnya, harus mengambil upaya untuk mencegah, menekan bahkan menghapuskan praktek bullying siswa bahkan guru terhadap siswa. Selain melalui penanganan khusus lewat bimbingan konseling, upaya penekanan bullying dapat juga dilakukan melalui proses kegiatan belajar mengajar. Untuk itu diperlukan berbagai macam strategi pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang tidak hanya menekankan aspek kognitif tetapi juga mengembangkan sikap yang baik. Dalam praktek pembelajaran yang terjadi selama ini lebih kepada penyampaian materi dan terpaku hanya pada buku teks saja tanpa menekankan pada pengembangan bakat, minat dan kreativitas siswa serta kemampuan berpikir kritis. Implikasinya guru harus banyak menciptakan banyak kesempatan bagi siswa untuk belajar bersama guru dengan sebaya dalam membangun pemahaman. Teori Vygotsk menjadi landansan utama bagi pendekatan ini (John Santrock, 2007:239).

Penyampain pesan melalui media belajar yang bervariatif akan dapat meningkatkan dan memudahkan siswa dalam memahami suatu materi atau masalah yang akan disampaian oleh guru. Selain media diperlukan juga model pembelajaran yang tepat. Zuchdi dalam Agung (2013) menyatakan bahwa pendidikan nilai dapat disampaikan dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung dapat dilakukan dengan cara menentukan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran terhadap siswa. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mennetukan perilaku yang diinginkan oleh pendidik, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan dan kondusif untuk dipraktikkan dalam pembelajaran oleh siswa di sekolah.

Mengacu kepada pemikiran Zuchdi, maka model pembelajaran nilai merupakan salah satu teknik yang diperlukan untuk menangani perilaku bullying siswa di SMP Negeri 1 Belalau. Dalam pendekatannya, guru sebagai seorang pendidik dapat menerapkan pembelajaran berbasis nilai melalui simulasi model role playing atau memainkan sketsa peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran IPS, karena mata pelajaran IPS mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa. Proses pembelajaran menggunakan teknik bermain peran dapat menimbulkan rasa empati dalam diri siswa yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan tindakan toleransi, tenggang rasa dan sikap saling menghargai.

 

4.      Peranan Media Gambar dan Video/Film

Menurut Zevin (2007:334) mengatakan bahwa “Images can be powerful tools in gaining students’ attention and capturing their interest. There is something inherently attractive about an object we can see, touch, and sometimes hear as well”.Melalui media gambar siswa akan dengan mudah memahami pesan yang ingin disampaikan oleh guru dan memudahkan pemahaman siswa akan sebuah masalah/peristiwa yang disajikan dan memerlukan pemecahannya. Perilaku bullying yang dilakukan di satu kelompok atau individu dapat ditampilkan melalui gambar-gambar baik berupa foto ataupun diambil dari media cetak. Melalui gambar juga dapat ditampilkan akibat-akibat yang ditimbulkan dari perilaku bullying sehingga siswa dapat berpikir ulang untuk melakukan tindakan Bullying.

Selain media gambar, ada  media lain yang turut berperan dalam mengurangi perilaku bullying di kalangan siswa yaitu video/film. Melalui sebuah tayangan pendek berupa dampak-dampak yang diakibatkan oleh perilaku bullying, maka siswa dengan mudah menangkap pesan yang disampaikan oleh cerita tersebut dan dapat meningkatkan kesadaran siswa bahwa perilaku bullying akan merugikan banyak pihak terutama dirinya sendiri (pelaku bullying).  

 

5.      Model Role Playing

Metode simulasi akan sangat membantu siswa dalam memahami suatu pesan dari suatu peristiwa dan menciptakan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah. Zevin (2007:358) mengatakan “A first-rate simulation condenses an actual problem that mimics reality. Simulations ask players to immerse themselves in one or more roles, or perhaps create a role of their own”. Salah satu model simulasi adalah Role playing, dalam Role playing siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian mendiskusikan peraturan–peraturan. Zevin (2007:358) menambahkan Simulasi mengajak siswa untuk memainkan sebuah peran, mencari solusi untuk memcahkan suatu masalah dalm peran yang dilakoninya.Secara bersama-sama siswa bisa mengungkapkan perasaan tingkah laku, nilai, dan strategi pemecahan masalah. (Bruce Joyce, 2009:328). Role playing merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model ini membantu masing-masing siswa menemukan makna pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam dimensi sosial, model ini memudahkan individu untuk bekerja sama dalam menganalisis keadan sosial, khususnya maslah antar manusia.

Menurut shaftel dalam Bruce Joyce, (2009:332) bependapat bahwa role playing terdiri dari Sembilan langkah, yaitu:a) Memanaskan suasana kelompok; b) Memilih partisipan; c) Mengatur setting tempat kejadian; d) Menyiapkan peneliti; e) Pemeranan; f) Diskusi dan evaluasi; g) Memerankan kembali; h) Berdiskusi dan mengevaluasi dan terakhir i) Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman. Model Role Playing ini dapat dimasukkan ke dalam RPP yang disusun oleh guru dengan mengambil tema Bullying dengan menyesuaikan pokok bahasan yang sedang dibahas.


C. Penutup


1.      Kesimpulan

Siswa berpotensi menjadi pelaku Bullying karena ia ia berpotensi menjadi korban atau penonton Bullying. Dampak dari bullying sangat merugikan penderitaaan anak korban bullying. Pelaku bullying ini bukan hanya siswa yang merasa lebih kuat atau lebih senior, tapi kenyataannya banyak dilakukan oleh guru–guru yang mereka tidak menyadari bahwa perlakuannya menimbulkan penderitaan bagi siswa.

Hal ini lah yang patut menjadi sorotan guru, kepala sekolah, guru BK  untuk melakukan pencegahan dan penghapusan bullying ini. Salah satu yang juga berperan aktif dalam usaha menekan tindakan negatif ini adalah guru IPS. Lewat mata pelajaran IPS selain diajarkan konsep-konsep ilmu sosial juga diajarkan nilai-nilai dan moral-moral yang dapat menumbuhkan siswa yang bernilai luhur dan bermoral tinggi.

Pemanfaatan media gambar dan video dalam pembelajaran IPS akan sangat membantu guru dalam menyampaikan suatu pesan dan memudahkan bagi siswa dalam memahami konsep yang sedang dikaji. Penerapan metode Simulasi model Role Playing diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif siswa, menanmkan nilai dan moral siswa agar menjadi pribadi yang lebih berkarakter, sehingga dengan demikian diharapkan perilaku bullying siswa dan guru dapat diminimalisir bahkan dihapus dari lingkungan sekolah. Selain itu dengan model Role Playing akan mudah mengungkap sikap, nilai dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan oleh guru. Tentu saja harus dibekali dengan kemampuan guru dalam menguasai keterampilan dan teknik dasar mengajar dengan baik. Sikap demokratis, ramah, hangat dan nuansa kekeluargaan yang akrab diperlukan, sehingga siswa berani berpendapat dan beda pendapat dengan guru maupun dengan siswa lain.

 

2.      Saran

a.      Bagi Pihak Sekolah

Penulis berharap pemanfaatan media yang bervariatif serta model Role Playing ini dapat diterapkan tidak hanya untuk mata pelajaran IPS, tetapi dapat juga diterapkan pada mata pelajara PKn dan bimbingan Konseling (BK), karena kedua mata pelajaran ini memiliki kemiripan dengan mata pelajara IPS. Selain itu sekolah harus mampu membuat lingkugan sekolah yang bebas dari perilaku bullying, baik yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa.

b.      Bagi Guru

Penggunaan media gambar dan video serta penerapan model Role Playing merupakan sarana peningkatan kemampuan guru dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang terjadi di kelas, dan dapat membentu mengembangkan siskap siswa yang positif dan bermoral.

c.       Bagi Peneliti

Dapat menjadi acuan bagi peneliti dengan tema atau model yang sama untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul di lingkungan sekolah.

 

 

 

 

 

 

Referensi

 

Hartinah, Siti. 2008. Pengembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.

John W, Santrock. 2007. Perkembangan Anak. Edisi ke-11 Jilid 2. Yogyakarta: Erlangga

Joyce, Bruce. 2009. Models of Teaching: Model-Model Pengajaran. Edisi ke-8.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Zevin, Jack. 2007. Social Studies for The Twenty-First Century:Methods and Materials for Teaching in Middle and Secondary Schools. Third Edition. New York: Routledge

Ehan.(2013) Bullying dalam Pendidikan. Tersedia online http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707121984032-EHAN/BULLYING_DALAM_PENDIDIKAN.pdf diunduh tanggal 10 maret 2015

 

Agung  Wiradimadja. 2013. Penerapan VCT  Model Role Playing dalam Mata Pelajaran IPS untuk Menekan Perilaku Bullying Siswa d SMP N 40 Bandung. (Tersedia on line) http://repository.upi.edu/2744/4/S_PSIPS_0901481_Chapter1.pdf. Diunduh tanggal: 09 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar