School Bullying
Peranan Pembelajaran IPS dalam Menekan
Perilaku
Bullying Siswa Di Sekolah
A. Pendahuluan
1.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan pengalaman proses belajar
yang dihayati sepanjang hidupnya, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun
luar sekolah. Sekolah sebagai sebuah lingkungan yang sengaja diciptakan untuk
membina anak-anak ke arah tujuan tertentu, khusunya untuk memberikan kemampuan
dan ketrampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari.
Peserta didik merupakan sumber daya utama dan
terpenting dalam proses pendidikan formal. Peserta didik usia
12–19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara
masa kanak-kanak dan usia dewasa. Periode ini merupakan masa perubahan yang
sangat besar. Selama periode ini pertumbuhan fisik, emosional, dan intelektual
terjadi dengan kecepatan yang “memusingkan”, menentang peserta didik sebagai
remaja untuk menyesuaikan diri dengan suatu bentuk “tubuh baru”, identitas
sosial, dan memperluas pandangannya tentang dunia (Siti, 2008:201).
SMPN I Belalau yang terletak di kabupaten Lampung
Barat Propinsi Lampung merupakan salah satu sekolah yang memiliki banyak sekali
problematika dalam proses belajar mengajar. SMPN I Belalau berada di lingkungan
pedesaan yang masih kental dengan adat dan budaya Lampung dengan masyarakat
yang mayoritas berasal dari suku Lampung. Lingkungan yang berupa perkebunan
kopi bahkan merupakan sentranya perkebunan kopi dan beberapa kawasan kecil
hutan cagar alam. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Lampung Barat terutama
Belalau bekerja di sektor pertanian yaitu perkebunan kopi, sehingga hari-hari
mereka dihabiskan di kebun yang jauh dari rumah terkadang mereka harus tinggal
di kebon. Dengan melihat kondisi yang seperti ini, tak pelak lagi banyak siswa
SMP N I Belalau yang harus terpisah dari orang tuanya dan harus tinggal di
kampung bersama kerabat atau neneknya.
Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali timbul
permasalahan sosial di kalangan siswa, salah satu diantaranya adalah kenakalan
remaja. Kurangnya perhatian dari orang tua dan adanya kecenderungan pergaulan
yang tidak terkontrol dengan orang dewasa merupakan salah satu penyebab
kenakalan remaja ini. Hal yang paling berpangaruh disebabkan oleh peserta
didik usia mengengah merupakan fase yang belum stabil. Begitu banyak hal yang
bisa menjerumuskan peserta didik ke masalah-masalah tertentu. Permasalahan yang
dihadapi peserta didik usia sekolah menengah dalam bentuk perilaku.
Remaja seringkali dianggap sebagai kelompok yang “aneh” karena dalam
kehidupannya kelompok ini sering menganut kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
berbeda atau bertentangan dengan kaidah-kaidah dan nilai yang dianut orang
dewasa terutama orang tuanya.
Selain Kemajuan teknologi informasi di era
globalisasi ini tak mampu terhindarkan. Keberadaan internet yang begitu bebas
diakses dimanapun berada menjadi momok tersendiri bagi peserta didik. Si
peserta didik bebas mengakses apapun baik melalui komputer, di Warung internet
maupun melalui smartphone. Peserta didik biasanya mengakses hal-hal yang
bersifat porno, kekerasan, ataupun kenakalan-kenakalan lainnya. Ekspos
berlebihan terhadap kekerasan di media massa. Walaupun, di SMP N I Belalau
telah membuat aturan mengenai pelaranagn membawa telepon seluler berkamera,
tetapi masih ada saja siswa yang kedapatan sedang mengakses film porno. Hal
tersebut begitu memalukan dan mengecewakan.
Salah satu efek yang berpengaruh dari media massa
dan internet adalah maraknya kasus kekerasan antar siswa (Bullying/Bully) di
SMPN I Belalau. Tidak hanya siswa laki-laki saja tetapi juga terjadi di
kalangan siswa perempuan. Sehingga muncul kelompok-kelompok (geng) baru di
sekolah, kelompok (geng) siswa yang merasa hebat dari segi ekonomi dan gaya
hidup dan sebagian kecil siswa yang berada dalam kondisi ekonomi rendah serta
pendiam.
2.
Rumusan Masalah
Perilaku Bullying merupakan masalah yang sangat penting untuk
ditangani oleh semua pihak sekolah pada umumnya, dan guru IPS pada khususnya.
Dalam makalah ini akan dikaji beberapa masalah yang berkaitan dengan Perilaku Bullying,
yaitu sebagai berikut:
a.
Faktor-Faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan
timbulnya perilaku Bullying di kalangan siswa?
b.
Dampak apa sajakah yang timbulkan sebagai akibat
perilaku bullying?
c.
Apa sajakah peranan Guru IPS dalam menekan
perilaku bullying?
d.
Media dan Model Pembelajaran apakah yang cocok
untuk menekan perilaku bullying?
3.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah
ini adalah sebagai berikut.
a.
Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Sumber dan Media
Pembelajaran IPS.
b.
Membantu pihak sekolah dalam upaya penekanan perilaku Bullying
melalui aktivitas pembelajaran IPS.
c.
Meningkatkan kreativitas guru dalam inovasi pembelajaran IPS.
d.
Mengenalkan kepada guru-guru mata pelajaran lain akan media,
sumber dan model belajar yang bervariatif dan sangat efektif dalam menekan
perilaku bullying.
4.
Manfaat Penulisan Makalah
Berikut ini akan dijabarkan
mengenai manfaat-manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, antara
lain:
a.
Menekan perilaku Bullying siswa
di sekolah.
b.
Mengenalkan kepada guru mata
pelajaran pada umumnya, dan guru IPS pada khususnya tentang media, sumber dan
meodel pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran.
c.
Melatih siswa untuk berpikir
kreatif dan kritis terhadap suatu permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Membangun cara belajar yang lebih
efektif dengan mengaktifkan peran siswa dalam pembelajaran IPS.
B. Pembahasan
1. Kenakalan Remaja
Fase remaja adalah merupakan salah satu periode rentang
kehidupan siswa. Menurt Konopka dalam Pikunas (1976) dalam Siti (2008:201) fase
ini meliputi remaja awal: 12-15 tahun, remaja madya: 15-18, remaja akhir: 19-22
tahun. Remaja Jika dilihat dari
klasifikasi tersebut maka siswa SMP termasuk ke dalam kategori remaja awal. Dilihat
dari usia dan perkembangannya, nampak kelompok usia 12-19 adalah tergolong pada
kelompok tradisional (masa peralihan), dimana pada masa ini bersifat sementara
yaitu rentang waktu antara usia anak-anak dengan usia dewasa, sehingga bisa
dipahami bahwa pada setiap periode transisi selalu ada gejolak dalam mencari
identitasnya.
Siswa SMP adalah siswa yang sedang berada dalam
proses berkembang ke arah kematangan, namun dalam menjalani proses ini tidak
semua remaja dapat mencapainya secara mulus. Salah satu ciri yang esensial dari
individu ialah bahwa ia selalu melakukan kegiatan atau berperilaku. Kegiatan
individu merupakan manifestasi dari hidupnya, baik sebagai individu maupu
makhluk sosial. Individu melakukan kegiatan selalu dalam interaksi dengan
lingkungannya, lingkungan manusia, dan bukan manusia.
Secara garis besar ada dua kecenderungan interaksi
individu dengan lingkungnya, ia akan menolak lingkungan atau menerima
lingkungan. Terhadap hal-hal yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang
bersifat ancaman individu akan melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk
penolakan ini bermacam-macam, tetapi garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua
bentuk, yaitu perlawanan (aggression)
dan pelarian (withdrawl) (Siti,2008:132).
Apabila individu merasa kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan
yang mengancam dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan
terhadap lingkungan, tetapi apabila ia merasa lemah atau tidak mempunyai
kekuatan untuk melawan lingkungan maka ia akan menghindarkan diri atau
melarikan diri.
Bentuk perbuatan menentang atau melawan ini
bermacam-macam dari menggerutu, mencela atau mencaci maki, memarahi sampai
dengan merusak dan menghancurkan. Demikian juga dengan penghindaran atau
pelarian, bentuknya bermacam-macam seperti perbuatan diam tidak member reaksi,
tidak hadir dalam suatu kegiatan, melepaskan diri dari tugas atau tanggung jawab,
mencari-cari kegiatan pengganti seperti mabuk, narkoba, berjudi, dan lain-lain.
Salah satu yindakan penolakan yang sangat membahayakan siswa adalah perilaku
Bulyying. Meskipun bisa dikatakan perilaku yang masih bisa diatasi, tetapi akan
berdampak besar pada perkembangan emosi pelaku dan korban bullying tersebut.
2.
Perilaku Bullying di sekolah
a. Pengertian
Bullying
Bullying
berasal dari bahasa Inggris (bully)
yang berarti menggertak atau mengganggu. Banyak definisi tentang bullying ini,
terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas
virtual), namun penulis akan membatasi dalam school bullying. (Menurut Santrock, 2007:104) Bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk
mengganggu seseorang yng lebih lemah. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio dalam Ehan
(2013) mendefinisikan school bullying
sebagai perilaku agresif kekuasaan
terhadap siswa yang dilakukan
berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan
menyakiti orang tersebut. Mereka
kemudian mengelompokkan bullying ke dalam 5 kategori:
a) Kontak fisik langsung (memukul, mendorong,
mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang
dimliki orang lain).
b) Kontak verbal langsung (mengancam,
mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme, merendahkan (put-down), mencela/mengejek,
mengintimidsi, mengejek).
c) Perlaku non-verbal langsung (melihat
dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan,
mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).
d) Perilaku non verbal tidak langsung (mendiamkan
seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja
mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
e) Pelecehan seksual (kadang dikategorikan
perilaku agresi fisik atau verbal).
Bullying
sebagai salah satu bentuk perbuatan penolakan siswa terhadap lingkungan. Bullying adalah perilaku verbal atau
fisik yang dimaksudkan untuk menyerang orang lain yang kurang kuat. Salah satu
bentuk bullying yang paling sering dilakukan adalah meremehkan penampilan atau
perkataan. Dampak yang diderita oleh korban bullying dapat berlangsung dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek mereka dapat menjadi
depresi, kehilangan minat untuk menyelesaikan tugas sekolah, atau sering
menolak untuk pergi sekolah.
b.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan
Bullying
Banyak faktor yang dapat memicu ter-jadinya Bullying,
antara lain: factor keluarga, teman sepermainan (teman sebaya), lingkungan
tempat tinggal dan sekolah. Faktor keluarga yaitu faktor kualitas hubungan
orang tua dengan penggunaan hukuman fisik dirumah dinilai sangat signifikan
dengan faktor resiko terjadinya Bullying. Teman sepermainan dapat
menjadi penyebab munculnya perilkau bullying. Anak yang cenderung bergaul
dengan teman-teman yang suka berbuat kekerasan akan memicu si anak tersebut
untuk meniru apa yang dilakukan temannya tersebut. Pergaulan dengan orang
dewasa yang pola pikir dan tingkah lakunya jauh berbeda dengan anak tersebut,
akan mengganggu perkembangan emosi si anak. Lingkungan yang tidak kondusif dimana
segala bentuk kekerasan dibiarkan saja terjadi bahkan dianggap sebagai
kebiasaan yang tidak begitu membahayakan bagi mereka otomatis bagi anak usia
remaja akan menilainya lain. Mereka menganggap kekerasan adalah hal yang wajar
dan dibolehkan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan tak luput pula sebagai faktor
penyebab timbulnya perilaku bullying,
bahkan tindakan bullying lebih sering
terjadi di sekolah. Kasus bullying
tidak hanya terjadi antara siswa dengan siswa tetapi juga dapat dilakukan oleh
seorang guru, meskipun bagi guru itu hanya sekedar peringatan ringan untuk anak
yang berbuata kesalahan, baik dalam proses belajar mengajara maupun kesalahan
yang dilakukan di luar kelas.
Adanya
eksploitasi secara transparan terhadap tindakan kekerasan dan bullying lewat
media cetak dan elektronik secara tidak langsung juga akan dapat mempengaruhi
poa pikir remaja (siswa) untuk meniru adegan-adegan
kekerasan yang mereka lihat. Adanya pemberitaan kasus bullying di Koran ataupun di televisi, tayangan sinetron yang
menampilkan kekerasan juga menjadi salah satu faktor penyebab munculnya
perilaku bullying di kalangan remaja
(siswa).
c.
Dampak Buruk Tindakan Bullying
Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat
adalah terganggunya kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya
ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk,
bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim
seperti insiden yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan
kematian. Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah
menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian
sosial yang buruk. Dari penelitian yang dilakukan Riauskina dkk. (dalam Ehan,
2013), ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif
(marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam)
namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat
berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau
keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu,
mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk
sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan
untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa
cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan
gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder)
(Santrock, 2007:104).
3.
Peranan
Pembelajaran IPS Dalam Menekan Perilaku Bullying
Perilaku Bullying di lingkungan sekolah merupakan
permasalahan yang harus segera dipecahkan dan
melibatkan berbagai pihak, karena hal ini menjadi tanggung jawab semua
warga sekolah. Kepala sekolah, guru BK, guru Agama, guru Pkn dan termasuk pula
guru IPS pada khususnya, harus mengambil upaya untuk mencegah, menekan bahkan
menghapuskan praktek bullying siswa
bahkan guru terhadap siswa. Selain melalui penanganan khusus lewat bimbingan
konseling, upaya penekanan bullying dapat juga dilakukan melalui proses
kegiatan belajar mengajar. Untuk itu diperlukan berbagai macam strategi
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang tidak hanya menekankan aspek
kognitif tetapi juga mengembangkan sikap yang baik. Dalam praktek pembelajaran
yang terjadi selama ini lebih kepada penyampaian materi dan terpaku hanya pada
buku teks saja tanpa menekankan pada pengembangan bakat, minat dan kreativitas
siswa serta kemampuan berpikir kritis. Implikasinya guru harus banyak
menciptakan banyak kesempatan bagi siswa untuk belajar bersama guru dengan
sebaya dalam membangun pemahaman. Teori Vygotsk menjadi landansan utama bagi
pendekatan ini (John Santrock, 2007:239).
Penyampain pesan melalui media belajar yang
bervariatif akan dapat meningkatkan dan memudahkan siswa dalam memahami suatu
materi atau masalah yang akan disampaian oleh guru. Selain media diperlukan
juga model pembelajaran yang tepat. Zuchdi dalam Agung (2013) menyatakan bahwa pendidikan
nilai dapat disampaikan dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode
langsung dapat dilakukan dengan cara menentukan perilaku yang dinilai baik
sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran terhadap siswa. Secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan mennetukan perilaku yang diinginkan oleh
pendidik, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan dan kondusif
untuk dipraktikkan dalam pembelajaran oleh siswa di sekolah.
Mengacu kepada pemikiran Zuchdi, maka model
pembelajaran nilai merupakan salah satu teknik yang diperlukan untuk menangani
perilaku bullying siswa di SMP Negeri 1 Belalau. Dalam pendekatannya, guru
sebagai seorang pendidik dapat menerapkan pembelajaran berbasis nilai melalui simulasi model role playing atau
memainkan sketsa peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok
diterapkan dalam pembelajaran IPS, karena mata pelajaran IPS mengemban misi
untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina
kecerdasan (knowledge) siswa. Proses pembelajaran
menggunakan teknik bermain peran dapat menimbulkan rasa empati dalam diri siswa
yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan tindakan toleransi, tenggang rasa dan
sikap saling menghargai.
4. Peranan
Media Gambar dan Video/Film
Menurut Zevin (2007:334) mengatakan bahwa “Images can be powerful tools in gaining students’ attention and capturing
their interest. There is something inherently attractive about an object we can
see, touch, and sometimes hear as well”.Melalui media gambar siswa akan
dengan mudah memahami pesan yang ingin disampaikan oleh guru dan memudahkan
pemahaman siswa akan sebuah masalah/peristiwa yang disajikan dan memerlukan
pemecahannya. Perilaku bullying yang
dilakukan di satu kelompok atau individu dapat ditampilkan melalui
gambar-gambar baik berupa foto ataupun diambil dari media cetak. Melalui gambar
juga dapat ditampilkan akibat-akibat yang ditimbulkan dari perilaku bullying sehingga siswa dapat berpikir
ulang untuk melakukan tindakan Bullying.
Selain media gambar, ada
media lain yang turut berperan dalam mengurangi perilaku bullying di kalangan siswa yaitu video/film.
Melalui sebuah tayangan pendek berupa dampak-dampak yang diakibatkan oleh
perilaku bullying, maka siswa dengan
mudah menangkap pesan yang disampaikan oleh cerita tersebut dan dapat
meningkatkan kesadaran siswa bahwa perilaku bullying
akan merugikan banyak pihak terutama dirinya sendiri (pelaku bullying).
5.
Model Role Playing
Metode simulasi akan sangat membantu
siswa dalam memahami suatu pesan dari suatu peristiwa dan menciptakan kemampuan
siswa dalam memecahkan suatu masalah. Zevin (2007:358) mengatakan “A first-rate simulation condenses an actual
problem that mimics reality. Simulations
ask players to immerse themselves in one or more roles, or perhaps create a
role of their own”. Salah satu model simulasi adalah Role playing, dalam Role
playing siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar manusia
dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian mendiskusikan
peraturan–peraturan. Zevin (2007:358) menambahkan Simulasi mengajak siswa untuk
memainkan sebuah peran, mencari solusi untuk memcahkan suatu masalah dalm peran
yang dilakoninya.Secara bersama-sama siswa bisa mengungkapkan perasaan tingkah
laku, nilai, dan strategi pemecahan masalah. (Bruce Joyce, 2009:328). Role playing merupakan sebuah model
pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model
ini membantu masing-masing siswa menemukan makna pribadi dengan bantuan
kelompok sosial. Dalam dimensi sosial, model ini memudahkan individu untuk
bekerja sama dalam menganalisis keadan sosial, khususnya maslah antar manusia.
Menurut shaftel dalam Bruce Joyce, (2009:332)
bependapat bahwa role playing terdiri
dari Sembilan langkah, yaitu:a) Memanaskan suasana kelompok; b) Memilih partisipan; c) Mengatur setting tempat
kejadian; d) Menyiapkan peneliti; e) Pemeranan; f) Diskusi dan evaluasi; g) Memerankan
kembali; h) Berdiskusi dan mengevaluasi dan terakhir i) Saling berbagi dan
mengembangkan pengalaman. Model Role Playing ini
dapat dimasukkan ke dalam RPP yang disusun oleh guru dengan mengambil tema Bullying
dengan menyesuaikan pokok bahasan yang sedang dibahas.
C. Penutup
1.
Kesimpulan
Siswa berpotensi menjadi pelaku Bullying karena
ia ia berpotensi menjadi korban atau penonton Bullying. Dampak dari bullying
sangat merugikan penderitaaan anak korban bullying. Pelaku bullying ini bukan hanya
siswa yang merasa lebih kuat atau lebih senior, tapi kenyataannya banyak dilakukan
oleh guru–guru yang mereka tidak menyadari bahwa perlakuannya menimbulkan
penderitaan bagi siswa.
Hal
ini lah yang patut menjadi sorotan guru, kepala sekolah, guru BK untuk melakukan pencegahan dan penghapusan bullying
ini. Salah satu yang juga berperan aktif dalam usaha menekan tindakan negatif
ini adalah guru IPS. Lewat mata pelajaran IPS selain diajarkan konsep-konsep
ilmu sosial juga diajarkan nilai-nilai dan moral-moral yang dapat menumbuhkan
siswa yang bernilai luhur dan bermoral tinggi.
Pemanfaatan media gambar dan video dalam pembelajaran IPS akan sangat
membantu guru dalam menyampaikan suatu pesan dan memudahkan bagi siswa dalam
memahami konsep yang sedang dikaji. Penerapan metode
Simulasi model Role Playing
diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif siswa, menanmkan nilai dan
moral siswa agar menjadi pribadi yang lebih berkarakter, sehingga dengan
demikian diharapkan perilaku bullying
siswa dan guru dapat diminimalisir bahkan dihapus dari lingkungan sekolah. Selain itu dengan model Role Playing akan mudah mengungkap sikap, nilai dan moral siswa
terhadap suatu kasus yang disajikan oleh guru. Tentu saja harus dibekali dengan
kemampuan guru dalam menguasai keterampilan dan teknik dasar mengajar dengan
baik. Sikap demokratis, ramah, hangat dan nuansa kekeluargaan yang akrab
diperlukan, sehingga siswa berani berpendapat dan beda pendapat dengan guru
maupun dengan siswa lain.
2.
Saran
a.
Bagi
Pihak Sekolah
Penulis berharap
pemanfaatan media yang bervariatif serta model Role Playing ini dapat diterapkan tidak hanya untuk mata pelajaran
IPS, tetapi dapat juga diterapkan pada mata pelajara PKn dan bimbingan
Konseling (BK), karena kedua mata pelajaran ini memiliki kemiripan dengan mata
pelajara IPS. Selain itu sekolah harus mampu membuat lingkugan sekolah yang
bebas dari perilaku bullying, baik
yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa.
b. Bagi
Guru
Penggunaan media
gambar dan video serta penerapan model Role Playing merupakan sarana
peningkatan kemampuan guru dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang
terjadi di kelas, dan dapat membentu mengembangkan siskap siswa yang positif
dan bermoral.
c. Bagi
Peneliti
Dapat menjadi acuan
bagi peneliti dengan tema atau model yang sama untuk memecahkan berbagai
masalah yang muncul di lingkungan sekolah.
Referensi
Hartinah,
Siti. 2008. Pengembangan Peserta Didik.
Bandung: Refika Aditama.
John
W, Santrock. 2007. Perkembangan Anak.
Edisi ke-11 Jilid 2. Yogyakarta: Erlangga
Joyce, Bruce. 2009. Models of Teaching: Model-Model Pengajaran. Edisi ke-8.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Zevin, Jack. 2007. Social Studies for The Twenty-First Century:Methods and Materials for
Teaching in Middle and Secondary Schools. Third Edition. New York:
Routledge
Agung Wiradimadja. 2013. Penerapan VCT Model Role Playing dalam Mata Pelajaran IPS
untuk Menekan Perilaku Bullying Siswa d SMP N 40 Bandung. (Tersedia on line) http://repository.upi.edu/2744/4/S_PSIPS_0901481_Chapter1.pdf.
Diunduh tanggal: 09 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar