Sabtu, 21 Maret 2015

Pendekatan-Pendekatan Dalam IPS


PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN IPS

 

            Pendekatan mengandung arti cara pandang atau cara menyikapi sesuatu dengan bertolak belakang dari asumsi tertentu. Pengajaran IPS digunakan sebagai istilah teknis pedagogis untuk proses belajar-mengajar atau proses pembelajaran dalam mata pelajaran IPS. Pendekatan dalam pelajaran IPS dimaksudkan sebagai cara pandang kita terhadap proses belajar murid dalam mata pelajaran IPS, dan upaya penciptaan kondisi dan iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar.

            Pendekatan sangat penting bagi guru karena guru dalam mata pelajaran IPS selain berfungsi sebagai manajer kelas dan fasilitator belajar, juga menjadi teladan actor sosial. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai jenis pendekatan ini, dapat menambah percaya diri seorang guru untuk melaksanakan tugas sebagai guru IPS.

            Pendekatan bergantung pada berbagai hal, seperti tingkat pendidikan, tujuan dan lingkupan pendidikan anak. Artinya seorang guru harus memilih pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.

Jenis – Jenis Pendekatan

            Ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan pada kegiatan belajar mengajar di IPS, antara lain :

1.      Pendekatan Disiplin atau Pendekatan Struktur

Pendekatan Disiplin bertitik tolak dari sesuatu disiplin ilmu tertentu. Artinya pola kerangka atau sistematika pendekatan disiplin dimulai dari menyampaikan konsep-konsep dari suatu disiplin, baru kemudian menambahkan konsep-konsep disiplin lainnya. Yang bertujuan untuk mendukung konsep-konsep disiplin tersebut. Misalnya dimulai dari disiplin sejarah atau dari geografi atau dari ekonomi, dan sebagainya.

Cara penyampaian dalam pendekatan disiplin adalah dengan mempertautkan konsep-konsep lain yang bersifat menunjang yang dilakukan secara sistematis.

Tujuan dari pendekatan disiplin antara lain :

      Mendukung tujuan IPS dalam kurikulum

      Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam tentang konsep-konsep ilmu sosial tertentu

      Untuk menelaah lebih lanjut tentang lingkup utama kegiatan manusia

      Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang konsep-konsep tertentu dari suatu disiplin dengan disiplin yang lain.

      Untuk memberikan bahan yang lebih banyak dan lebih luas kepada IPS

Dalam proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan disiplin, guru hendaknya lebih banyak memberikan tugas kepada anak untuk mencari sumber-sumber diluar buku teks. Memberikan tugas membaca ataupun studi lapangan dan pada akhir tugas melampirkan karya tulis kelompok maupun perorangan.

Kekurangan dari pendekatan disiplin adalah :

      Penyusunan suatu pembelajaran dengan pendekatan ini adalah sangat sulit, karena tidak adanya pedoman yang tegas untuk memilih inti pembahasan dan pendukung pembahasan.

      Pandangan tiap-tiap pengajar tentang suatu konsep, kedalaman maupun keleluasannya, sangat tergantung pada latar Belakang pendidikannya.

      Keterampilan guru untuk mempertautkan konsep-konsep sangatlah terbatas dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (waktu, kesempatan, referensi,dll).

 

2.      Pendekatan Antar Struktur atau Interdisiplin

Pendekatan antar struktur merupakan pendekatan yang membahas suatu konsep secara berturut melalui beberapa disiplin dan kemudian dipersatukan. Dengan pendekatan ini suatu konsep ilmu sosial atau suatu topik diorganisasikan bersama konsep dari berbagai ilmu sosial terpadu.

Contohnya : Menunjukkan pada peta pesebaran daerah asal suku bangsa di Indonesia. Maka, dapat meyoroti dari sudut pandang : geografi, khususnya peta persebaran daerah asal suku bangsa di Indonesia. Kemudian materi sikap menghormati keanekaragaman suku bangsa. Kemudian bisa membahas berbagai jenis kebudayaan di Indonesia.

Kesemuanya itu terpadu menjadi suatu bahan pelajaran yang utuh dan tidak merupakan cerita bersambung. Sumbangan konsep dari berbagai ilmu diolah, diramu, dan dipadukan baik dari segi urutan atau tingkat kesulitan maupun kepentingannya.

Kesulitan penggunaan pendekatan ini dalam pelaksanaan pengajaran IPS dapat dimaklumi mengingat masih jarang ditemukan guru IPS yang generalis. Tetapi hal ini dapat diatasi melalui team teaching pada saat memprogram atau waktu melaksanakannya.

Pendekatan antar struktur dapat dibedakan menjadi dua jenis pendekatan, yaitu :

a.       Pendekatan Multidisiplin

Pendekatan multidisplin mengarah pada pengambilan konsep-konsep dari berbagai disiplin. Generalisasi dan proses dari berbagai disiplin ilmu sosial untuk membantu para siswa memahami topik yang mereka pelajari. Artinya semua aspek dari suatu topik ditelaah sehingga pengertian siswa itu menjadi luas dan dalam, dan dengan demikian tujuan sajian akan tercapai secara mantap.

 

b.      Pendekatan Interdisiplin

Pendekatan interdisiplin juga menggunakan atau mengambil konsep-konsep yang digunakan dalam berbagai ilmu sosial. Perbedaannya ialah bahwa model pengajaran dengan pendekatan interdisiplin mendasarkan strukturnya pada penggunaan ‘konsep inti’ sedangkan pada model pendekatan multidisplin menggunakan ‘konsep dasar’ dari berbagai disiplin.

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi penggunaan pendekatan interdisiplin ialah adanya banyaknya konsep dasar yang harus dibatasi jumlahnya agar dapat dikembangkan dalam pengajaran. Kesukarannya terletak pada pemilihan konsep dasar yang paling efektif untuk digunakan.

3.      Pendekatan Kemasyarakatan

Pendekatan Kemasyarakatan dimaksudkan seperti pendekatan yang kita gunakan didalam mempelajari IPS dengan mengambil masyarakat sebagai folus pembahasan. Artinya semua komponen program diambil dari dan ditujukan pada masyarakat sekitar.

Tujuan dari penekatan kemasyarakatan antara lain :

      Pergaulan siswa di dalam masyarakat lebih luas, meliputi kecakapan bergaul, sikap ramah tamah, tenggang rasa, suka menolong, penyesuaian diri dalam berbagai situasi dan bisa mempengaruhi masyarakat sekitarnya.

      Dapat memperluas pengetahuan dan pengertian yang didapat disekolah dengan macam-macam kenyataan (fakta) yang didapat di dalam masyarakat (konsep-konsep) sehingga mempunyai scope yang lebih luas dan lebih mendalam.

      Mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan harapan masyarakat akan hasil pendidikan di sekolah yang dapat digunakan untuk membangun, membina, dan mengembangkan masyarakat.

      Dapat berpartisipasi langsung dengan berbagai kegiatan kemasyarakatan yang juga diharapkan oleh masyarakat.

      Mengetahui lebih banyak tentang perubahan dan perkembangan yang lebih cepat daripada yang diduga diketahui disekolah sehingga pengetahuannya selalu aktual.

 

4.      Pendekatan Lingkungan

Lingkungan masyarakat lebih banyak membicarakan lingkungan fisik dan lingkungan budaya atau sering disebut dengan lingkungan geografis.

a.       IPS dengan Lingkungan Fisik

Di dalam pengetahuan tentang lingkungan, unsur fisik memegang peranan penting. Hal ini dimuat dalam tujuan pengajaran IPS. Tujuan tersebut antara lain :

      Anak harus memahami keadaan lingkungan fisiknya ( keadaan alam, kekayaan alam, iklim, fauna, serta ekosostem dan lingkungannya )

      Anak harus menyadari bagaimana campur tangan manusia didalam mengelola sumber-sumber alam.

      Anak harus memahami dan menyadari tentang perlunya perhitungan, pengawasan dan pengawetan alam sekitar demi kelestarian lingkungan.

 

b.      IPS dan Lingkungan Budaya

Tujuan pengajaran IPS dan Lingkungan Budaya adalah :

      Mengajarkan kebudayaan-kebudayaan manusia di dunia dari hal perbedaan, persamaan hakekat budaya yang ada padanya, perkembangan serta perubahan-perubahannya.

      Anak harus memahami nilai-nilai budaya nasioanal, regional maupun lokal, menghargai dan memelihara sebagai harga pusaka peninggalan nenek moyang.

      Menanamkan rasa tanggung jawab dan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan warisan budaya tersebut.

      Anak harus mengetahui akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh penetrasi kebudayaan asing yang masuk ke dalam lingkungan kebudayaan.

 

5.      Pendekatan Pembelajaran Tradisional dan Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

a.         Pendekatan Pembelajaran Tradisional

Pendekatan pembelajaran tradisional mengutamakan penyajian fakta dan nama, melalui hafalan dan ingatan. Anak dianggap sebagai suatu bejana kosong yang harus diisi oleh guru sampai penuh. Sehingga dalam pendekatan pembelajaran anak bersifat pasif. Sedangkan guru bertindak aktif dengan metode ceramah.

Kekurangan dari pendekatan pembelajaran tradisional antara lain :

      Kurang memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi memecahkan masalah sehingga daya serap siswa kurang tajam.

      Kadang-kadang pernyataan atau penjelasan lisan sukar ditangkap. Apalagi jika menggunakan kata-kata asing.

      Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapannya untuk mengeluarkan pendapat.

      Kurang cocok untuk anak yang tingkat abstraksinya masih kurang.

      Dapat menimbulkan kebosanan siswa.

Pendekatan ini dapat digunakan apabila terdapat hal-hal berikut ini :

      Bahan yang ingin disampaikan sangat banyak.

      Para siswa dapat memahami informasi melalui kata-kata.

 

b.      Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

Pendekatan pembelajaran inkuiri bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai engan kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat memandang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Berikutnya guru menyediakan sumber belajar bagi siswa untuk pemecahan masalah.

Pendekatan inkuiri dalam mengajar termasuk pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakan disetiap sekolah. Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan apabila sudah memenuhi syarat-syarat berikut :

      Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas dan sesuai dengan daya nalar siswa

      Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan

      Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup

      Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar

Pengertian Ilmu, Ilmu sebagai Proses, Prosedur dan Produk

14.10  Filsafat  No comments

 

 

A.    Pengertian Ilmu


      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas. pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.

      Wikipedia Indonesia, Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu  memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi kedalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologihanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.[1]

B.    Ilmu sebagai Proses

      Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.

1.     Rasional

            Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris.

            Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun seperti itu dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.

            Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional dengan lingkungan atau masyarakat yang kemudian melahirkan ilmu.

2.     Kognitif

            Pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penyerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain) yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal.

Menurut Piaget menyatakan bahwa di dalam diri individu terjadi adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.


a.     Asimilasi

      Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya; proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label “burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.

b.     Akomodasi

      Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium).

       Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

      Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label “burung” adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung pada fikiran si anak.

Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.


      Dengan demikian, kognitif seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

3.     Teleologis

            Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teleologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.[2]

 

 

C.   Ilmu sebagai Prosedur

The Liang Gie memberikan pengertian ilmu sebagai aktivitas penelitian perlu diurai lebih lanjut agar dapat dipahami berbagai unsur dan cirinya yang lengkap. Penelitaian sebagai suatu rangkaian aktifitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan pola ini dalam dunia keilmuan disebut metode, untuk menegaskan bidang keilmuan itu seringkali dipakai istilah “metode ilmiah”. Jadi, Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, bisa dikatakan ilmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan kegiatan penelitian yang menggunakan metode ilmiah.

Menurut The World of Science Encyclopedia, metode ilmiah ialah prosedur yang digunakan oleh ilmuwan dalam mencari secara sistematis pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang ada. Dari berbagai definisi yang pernah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah pada umumnya menyangkut empat hal yakni: pola prosedural, tata langkah, teknik-teknik, dan alat-alat.

Menurut Stanlay dan Thomas C. Hunt menjelaskan bahwa metode dalam mencari pengetahuan ada tiga

1.     Rasionalisme

Plato memberikan gambaran klasik dari rasionalisme. Dia berdalil bahwa untuk mempelajari sesuatu, seorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indra paling banyak hanya merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran.Menurut Plato kenyataan dasar terdiri dari ide atau prinsip.

Sedangkan menurut Descrates, dia menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indra, tetapi karena dia mengakui bahwa indra itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi dan hayalan), maka dia terpaksa mengambil kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat diandalkan

Dari penjelasan di atas terdapat beberapa kritik yang ditujukan pada kaum rasionalisme. Diantaranya adalah:

a.     Pengetahuan rasional dibentuk oleh yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Sehingga eksistensi tentang idea yang bersifat sudah pasti maupun bawaan itu sendiri belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama.

b.     Banyak diantara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis.

c.     Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini.

2.     Empirisme

Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia berkata “tunjukkan hal itu kepada saya“. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.

Orang-orang empiris berpendapat bahwa kita dilahirkan tidak mengetahui sesuatupun. Apapun yang kita ketahui itu berasal dari kelima panca indra kita. John Locke bapak empirisme mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah di catat pengalaman-pengalaman indrawi. Sehingga ia memandang akal sebagai jenis tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut.  Sehingga bisa dikatan bahwa kelompok empiris  melihat bahwa pemahaman manusia hanya terbatas pada pengalamannya.

Empirisme juga mendapatkan kritik, yang antara lain:

a.     Empirisme didasarkan kepada pengalaman. Namun, jika dianalisis secara kritis maka “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori yang sistemis.

b.     Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi panca indra yang kiranya melupakan kenyataan bahwa panca indra manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Panca indra kita sering menyesatkan. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara hayalan dan fakta.

c.     Empirisme tidak memeberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan.

3.     Keilmuan

Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan, di jelaskan bahwa empirisme merupakan epistemology yang telah mencoba menjadikan alat indra berperan dalam pengamatan untuk memperoleh keterangan tentang pengetahuan ilmiah. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian yang populer ini, karena ilmuan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data indrawi.  Walaupun demikian analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan menyingkap kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuan dalam usahanya mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Dengan demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dengan induktif yang merupakan pertemuan antara empirisme dan rasionalisme.

Hal ini dilakukan para ahli filsafat untuk membedakan antara mana pengetahuan yang dianggap ilmiah dan mana yang bukan. Sehingga munculah metode ilmiah, sebagai jawabannya. Disiplin yang menerapkan karakteristik ilmiah akan menghasilkan pengetahuan ilmiah, sehingga yang tidak menerapkan metode ilmiah ini, pengetahuannya bisa dianggap bukan merupakan pengetahuan ilmiah.

Metode ini juga masih mendapatkan kritik, yang antara lain:

a.     Metode keilmuan membatasi secara begitu saja mengenai apa yang dapat diketaui manusia, yang hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik keilmuan.

b.     Ilmu memperkenankan tafsiran yang banyak terhadap suatu benda atau kejadian. Tiap tafsiran bisa saja benar sejauh apa yang dikemukakan. Berbagai hipotesis bisa saja diajukan, sehingga kesatuan dan konsistensi dari pengetahuan keilmuan ternyata tidak sejelas apa yang kita duga.

c.     Pengetahuan keilmuan, meskipun sangat tepat, tidaklah berarti bahwa hal ini merupakan keharusan. Karena pengetahuan keilmuan hanyalah pengetahuan yang mungkin dan secara tetap harus terus menerus berubah. karena ilmu menyadari bahwa dia tidak mampu untuk menyediakan pengetahuan yang pasti dan lengkap, yang tidak terjangkau oleh kegiatan keilmuan.

 

D.   Ilmu sebagai Produk

      Dilihat dari tipe dan jenisnya, Ilmu itu sendiri dibagi menjadi tiga: Pertama, ilmu sebagai inti dalam kehidupan sosial. Biasanya ilmu tipe demikian dikendalikan oleh elit sosial yang memandang bahwa tradisi masyarakat sebagai standar kebenaran. Konsekwensinya adalah dogmatisasi ilmu akibat kebenaran yang serba normatif. Kedua, ilmu sebagai proses. Dalam konteks ini kebenaran sebagai main goal dari ilmu pengetahuan dijadikan sebagai bahan antara, dimana kebenaran akhirnya terus diverifikasi melalui berbagai penelitian dan eksperimen. Ketiga, ilmu sebagai produk. Hal ini masih berkaitan dengan ilmu tipe kedua. Beragam penelitian tentang satu hal yang kemudian menghasilkan sebuah kesimpulan akhir setelah dilakukan pengujian adalah sebuah produk dari pencarian kebenaran yang kita kenal sebagai ilmu.

       Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan produk dari aktivitas penelitian dengan metode ilmiah/ sebagai sistem pengetahuan, ilmu mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek material sering disebut pokok soal (subject matter), sedangkan obyek material dinamakan titik perhatian (focus of interest) atau sikap pikiran (attitude of mind). Lebih lazim, obyek formal dinamakan sudut pandang. Sebagai sistem pengetahuan atau pengetahuan sistematis, ilmu memiliki ciri- ciri empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri empiris mengandaikan pengamatan (observasi) atau percobaan (eksperimen). Ilmu berbeda dari pengetahuan karena ciri sistematis, dan berbeda dari filsafat karena ciri empirisnya. Ciri sistematis berarti bahwa kumpulan pengetahuan-pengetahuan itu memiliki hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Ciri obyektif ilmu berarti bahwa pengetahuan ilmiah bebas dari rasangka perseorangan (personal bias) dan pamrih pribadi. ilmu arus berisi data yang menggambarkan secara tepat gejala-gejala. ilmu berciri analitis artinya ilmu melakukan pemilahan-pemilahan atas pokok soal ke dalam bagian-bagian untuk mengetahui sifat dan hubungan bagian-bagian tersebut. Ciri verifikatif ilmu berarti bahwa tujuan yang ingin dicapai ilmu ialah kebenaran ilmiah. Kebenaran ini dapat berupa kaidah-kaidah atau azas-azas yang universal. Dengan demikian, manusia dapat membuat ramalan dan menguasai alam.

      Sebagai produk dari usaha berfikir ilmiah, ilmu pengetahuan sudah pasti berlandaskan pada landasan yang jelas. Obyektivitas yang tertuju kepada kebenaran merupakan landasan tetap yang menjadi pola dasar ilmu pengetahuan itu tanpa mengesampingkan nilai-nilai hidup kemanusiaan. Sebab, nilai-nilai kemanusiaan adalah dasar, latar belakang dan tujuan dari kegiatan keilmuan. Dalam artian bahwa ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak bebas nilai dan tetap mempertimbangkan terpeliharanya nilai-nilai kemanusiaan.

      Terdapat perbedaan di kalangan para ilmuwan mengenai hubungan antara ilmu dengan nilai-nilai. Di satu sisi, sebagian berpendapat bahwa ilmu adalah bebas nilai dengan satu pertimbangan bahwa kebenaran menjadi satu-satunya ukuran dalam kegiatan ilmiah. Sebagian yang lain  mengatakan bahwa pertimbangan nilai etika, kesusilaan dan kegunaan  untuk melengkapi nilai kebenaran ilmu sangat perlu dimasukkan ke dalam landasan ilmu, dengan kata lain ilmu taut nilai atau tidak bebas nilai.


 

SIMPULAN

 

Ilmu hanya terdapat dan dimulai dari aktivitas manusia, sebab hanya manusia yang memiliki kemampuan rasional dalam melakukan aktivitas kognitif yang menyangkut pengetahuan, dan selalu mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu.

Dalam wujudnya ilmu dibagi ke dalam tiga bagian yaitu ilmu sebagai proses, prosedur, dan produk. Ilmu sebagai proses memiliki arti suatu aktivitas manusia, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan ilmu itu sendiri terdiri dari satu atau rangkaian aktivitas yang merupakan sebuah proses yang bersifat rasional, kognitif, dan teleologis. Sedangkan Ilmu sebagai prosedur atau ilmu sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Terakhir yaitu ilmu sebagai produk bermakna pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji secara ilmiah, yg mencakup Jenis-jenis sasaran; bentuk-bentuk pernyataan; Ragam-ragam proposisi; ciri-ciri pokok; Pembagian secara sistematis.

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum
    Saya ingin bertanya
    Sumber nya dari mana ini mbak??

    BalasHapus