Berjuang Meraih Mimpi
Kisah
Perjuangan Anak Kampung ke Luar Negeri “Dibalik Kesusahan Pasti Ada Kemudahan”

Kisah anak pelosok desa Sulawesi meraih beasiswa 2 negara. Allah
SWT berfirman dalam QS. Ath-thalaq ayat 2-3 yang artinya, ‘’Barang siapa yang
bertaqwa kepada Allah, maka Allah SWT akan selalu memberikan baginya keringanan
atau jalan keluar”. Firman Allah tadi membuka kisah Inspirasi kali ini yang
bercerita tentang perjuangan, kegigihan, menghadapi hidup, dan menuntut ilmu
untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Ia adalah seorang pemuda yang dilahirkan di
Kec. Karossa Kab. Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Ia terlahir sebagai anak
keempat dari tujuh bersaudara, dan dari keenam saudaranya, hanya Ia yang bisa
menginjakkan kaki di Perguruan Tinggi. Ia adalah Sukmahadi. Hadi atau Sukma
adalah nama panggilan orang kepadanya.
Himpitan ekonomi yang ada pada keluarganya/ tak membuat Hadi,
tidak bersemangat menuntut ilmu. Hingga akhirnya, Ia mampu menginjakan kaki di
tanah negeri seribu benteng, Maroko, Afrika Utara. Tak pernah terpikir, bahkan
terbayang dalam benaknya akan merasakan udara pagi di Maroko. Karena ketika duduk
di Sekolah Dasar saja, banyak sekolah yang Ia duduki selama menempuh studi.
Selama SD, Ia menduduki 5 sekolah, kenapa?. Karena orang tuanya selalu hijrah
dari desa ke desa, yang tak lain agar bisa menafkahi anak-anaknya. Kedua orang
tuanya bercocok tanam, menjadi petani, dari tanah milik sendiri, sampai
menggarap tanah milik orang lain.
Sulawesi Barat, masih kaya hutan rimba yang belum terkelola.
Setiap hari hadi dan adik-adiknya harus menempuh hutan rimba sekitar 10 KM
untuk bisa sampai ke sekolah. Terjatuh dari sepeda pun, sering mereka alami,
kerena jalan yang mereka lalui sangat sempitl, lebarnya hanya sekitar 15
sentimeter dan penuh dengan rumput. Namun, waktu demi waktu roda kehidupan
berjalan, dan Alhamdulillah pada tahun 2002 Hadi berhasil menyelesaikan sekolah
dasar. Tembok jerami dan lantai semen pun menjadi saksi, semangat dan kegigihan
Hadi belajar, hingga akhirnya lulus dari SD. Keinginan melanjutkan sekolah
sangat besar dalam benaknya ketika itu, namun takdir berkata lain, di tahun
2002 terjadi perang suku, sebut saja suku mandar dan palopo. Sebagian
rumah-rumah keluarga Hadi ikut menjadi pembakaran amuk massa. Dan karena
kejadian ini, Hadi dan keluarganya pindah ke Kab. Polewali Mandar, tanah
kelahiran ayahnya. sekitar 8 jam dengan menggunakan Bus, dari tempat tinggal
Hadi.
Ayah dan ibunya, sudah kewalahan mencari nafkah kala itu, karena
himpitan ekonomi yang tak bisa mereka hindari. Tapi Alhamdulillah, banyak
keluarga kerabat yang baik hati membantu, untuk keparluan keluarga Hadi.
Ikhtiar dan doa dalam shalat, tangis dan harap begitu terpancar dalam wajah
orang tuanya. Hingga akhirnya, Allah yang Maha Tahu kebutuhan, dan tak pernah
lupa memperhatikan hambanya, hingga akhirnnya ayah Hadi pun, mendapatkan
pekerjaan menjadi pembuat gula aren atau gula merah. Karena melihat ayahnya
bekerja keras mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, dengan penghasilan
pas-pasan, sebagai pekerja pembuat gula aren, Hadi pun tidak bisa melanjutkan
studi ke jenjang SMP. Selama satu tahun, penulis hanya bisa membantu orang
tuanya membuat gula aren. Dan di tahun 2003, terdengar kabar bahwa ada sebuah
yayasan pesantren yang baru saja berdiri dan mambutuhkan santri secara
cuma-Cuma, alias gratis, karena masih butuh santri, Pondok pesantren itu
bernama Al-Ihsan di Polewali Mandar. Mendengar kabar itu Hadi sangat bahagia
dan gembira, karena Ia bisa melanjutkan sekolah. Di sekolah inilah, Ia dididik
oleh seorang kyai pimpinan pondok. Ibunya pun sangat bahagia karena anaknya
bisa melanjutkan sekolah.
Setelah dua tahun tinggal di pesantren, Ia merasa tidak puas
dengan apa yang Ia dapatkan. sehingga Ia memutuskan untuk pindah dari pondok ke
pondok yang lain, tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dengan uang seadanya yang
dibawa, ibunya menyusuri sebuah kecamatan di mana terdapat banyak ponpes di
kecamatan tersebut, hinnga akhirnya, ibu yang Ia cintai berhasil menemukan
Hadi, di pesantren terakhir yang beliau cari. Alhamdulillah ya Rabb, anakku
masih ada, ibunya sangat bersyukur. Lalu pada tahun 2006, Ia melanjutkan ke
Madrasah Aliyah, di Sulbar. Waktu Tak terasa begitu cepat Ia rasakan. Setelah
setahun duduk di bangku MA, tepatnya kelas dua, Ia berkeinginan kuat untuk
menempuh kuliah di luar negeri setelah tamat SMA. Dan akhirnya Ia putuskan
selalu semangat menabung, agar cita-citanya tercapai.
Ibunya yang juga bekerja menjadi pembuat gula, hanya mampu memberi
uang jajan Hadi sekitar 2 ribu rupiah per hari/ dan uang itu Ia pakai untuk
menabung. Hingga akhirnya, di tahun 2009, Hadi lulus dari MA, Pergis
Campalagian Sulawesi barat. Saat itu, Ia merasa menemukan jalan buntu karena
informasi tentang Beasiswa ke luar negeri sangat jarang, maklum saat itu
SULawesi BARat masih belum terjangkau internet, jangankan internet sebagian
kabupaten saja masih banyak yang belum menikmati listrik. Informasi yang masih
sangat susah diakses, membuatnya bertanya-tanya ke sana kemari hingga akhirnya
bermodalkan doa dan restu kedua orang tuanya, yang yakin bahwa Allah akan
menolong setiap hambanya yang serius belajar dan kuat berazam, serta keyakinan
bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Akhirnya Ia menemukan seseorang
lulusan Universitas, Al-Azhar Cairo, Mesir.
Ia memberi banyak informasi tentang Beasiswa ke Luar Negeri
khususnya mesir. Namun Allah berkehendak lain saat itu, tes untuk beasiswa ke
Al-Azhar Cairo diadakan di Kedutaan Besar Mesir di Jakarta. Hadi hanya bisa
menangis, dan berdoa agar ia diberi kesempatan lain.
Kedua orang tuanya pun tak kuasa menahan air mata, karena tak bisa mewujudkan
keinginan anaknya untuk pergi ke Jakarta, karena tak memiliki uang untuk ongkos
pergi ke Jakarta. Untuk makan saja mereka pas-pasan, bahkan kadang hanya makan
singkong saja. Hingga beberapa bulan kemudian, ada ajakan dari temannya, untuk
ikut tes nonbeasiswa ke mesir karena bisa meraih banyak beasiswa kalau sudah
lulus dari tes tersebut. Akhirnya, Ia pun mengikuti ajakan temannya.
Berbekal restu orang tuanya, meski lagi-lagi hatinya menangis,
sangat ingin meraih cita-cita studi ke luar negeri, tetapi tak punya modal.
Namun dalam hatinya yang paling dalam berkata, Allah tidak buta, Allah maha
kaya dan yakin bahwa semua ini ada hikmahnya. Dan walaupun Ia tidak jadi ke
Al-Azhar Cairo, tapi Ia menerima beasiswa kuliah di UIN Makasar, karena penulis
termasuk siswa yang meraih prestasi selama di MA. Ia bersyukur dan bahagia, Ia
berusaha menutupi kekurangannya dengan penuh kemadirian dan mengharap ridho
dari orang tua. Bulan demi bulan hingga cukuplah setahun Ia kuliah di UIN
Alauddin Makassar, jurusan sastra arab. Hingga akhirnya di tahun 2010, Ia
medapatkan beberapa informasi Beasiswa ke timur tengah diantaranya Libya, Sudan
dan lainnya. Alhamdulillah beasiswa Sudan dan Maroko tepatnya bulan puasa 2010,
sebelum Ia tidur tiba-tiba handphonnya berdering ternyata pesan itu berisi,
bahwa Ia lulus, meraih beasiswa Sudan dan Maroko. Pesan tersebut berasal dari
salah satu pegawai kementerian Agama RI atas nama Bpk. Bil Bachtiar, Lc, MA.
Walaupun Ia dinyatakan lulus, disisi lain Ia gelisah, bahkan sempat meneteskan
air mata dihadapan seorang guru, karena beasiswa tersebut tak semuanya
ditanggung membuatku harus berjuang bagaimana caranya agar bisa sampai ke
Jakarta. Lalu dengan tetes air mata bahagia dan rasa syukur, Ibunya berkata,
“InsyaAllah, Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita, rajin shalat
tahajud dan dhuha nak, insyaAllah kalau sudah rizkimu pasti ada jalan keluar.
Hingga akhirnya BAZDA atau badan zakat daerah Kab. Polewali Mandar mengabulkan
permohonannya setelah Ia berusaha mencari bantuan dari beberapa lembaga dan
dengan restu orang tua dan keyakinan tak ada yang mustahil di dunia ini, meski
keuangan orang tuanya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, tapi jika
Allah berkata Ia maka kini Hadi pun merasakan, indahnya kota Maroko, Afrika
utara. Subhanallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar