Sabtu, 21 Maret 2015

Berjuang Meraih Mimpi

Kisah Perjuangan Anak Kampung ke Luar Negeri “Dibalik Kesusahan Pasti Ada Kemudahan”

download (3)

Kisah anak pelosok desa Sulawesi meraih beasiswa 2 negara. Allah SWT berfirman dalam QS. Ath-thalaq ayat 2-3 yang artinya, ‘’Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah SWT akan selalu memberikan baginya keringanan atau jalan keluar”. Firman Allah tadi membuka kisah Inspirasi kali ini yang bercerita tentang perjuangan, kegigihan, menghadapi hidup, dan menuntut ilmu untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Ia adalah seorang pemuda yang dilahirkan di Kec. Karossa Kab. Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Ia terlahir sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara, dan dari keenam saudaranya, hanya Ia yang bisa menginjakkan kaki di Perguruan Tinggi. Ia adalah Sukmahadi. Hadi atau Sukma adalah nama panggilan orang kepadanya.

Himpitan ekonomi yang ada pada keluarganya/ tak membuat Hadi, tidak bersemangat menuntut ilmu. Hingga akhirnya, Ia mampu menginjakan kaki di tanah negeri seribu benteng, Maroko, Afrika Utara. Tak pernah terpikir, bahkan terbayang dalam benaknya akan merasakan udara pagi di Maroko. Karena ketika duduk di Sekolah Dasar saja, banyak sekolah yang Ia duduki selama menempuh studi. Selama SD, Ia menduduki 5 sekolah, kenapa?. Karena orang tuanya selalu hijrah dari desa ke desa, yang tak lain agar bisa menafkahi anak-anaknya. Kedua orang tuanya bercocok tanam, menjadi petani, dari tanah milik sendiri, sampai menggarap tanah milik orang lain.

Sulawesi Barat, masih kaya hutan rimba yang belum terkelola. Setiap hari hadi dan adik-adiknya harus menempuh hutan rimba sekitar 10 KM untuk bisa sampai ke sekolah. Terjatuh dari sepeda pun, sering mereka alami, kerena jalan yang mereka lalui sangat sempitl, lebarnya hanya sekitar 15 sentimeter dan penuh dengan rumput. Namun, waktu demi waktu roda kehidupan berjalan, dan Alhamdulillah pada tahun 2002 Hadi berhasil menyelesaikan sekolah dasar. Tembok jerami dan lantai semen pun menjadi saksi, semangat dan kegigihan Hadi belajar, hingga akhirnya lulus dari SD. Keinginan melanjutkan sekolah sangat besar dalam benaknya ketika itu, namun takdir berkata lain, di tahun 2002 terjadi perang suku, sebut saja suku mandar dan palopo. Sebagian rumah-rumah keluarga Hadi ikut menjadi pembakaran amuk massa. Dan karena kejadian ini, Hadi dan keluarganya pindah ke Kab. Polewali Mandar, tanah kelahiran ayahnya. sekitar 8 jam dengan menggunakan Bus, dari tempat tinggal Hadi.

Ayah dan ibunya, sudah kewalahan mencari nafkah kala itu, karena himpitan ekonomi yang tak bisa mereka hindari. Tapi Alhamdulillah, banyak keluarga kerabat yang baik hati membantu, untuk keparluan keluarga Hadi. Ikhtiar dan doa dalam shalat, tangis dan harap begitu terpancar dalam wajah orang tuanya. Hingga akhirnya, Allah yang Maha Tahu kebutuhan, dan tak pernah lupa memperhatikan hambanya, hingga akhirnnya ayah Hadi pun, mendapatkan pekerjaan menjadi pembuat gula aren atau gula merah. Karena melihat ayahnya bekerja keras mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, dengan penghasilan pas-pasan, sebagai pekerja pembuat gula aren, Hadi pun tidak bisa melanjutkan studi ke jenjang SMP. Selama satu tahun, penulis hanya bisa membantu orang tuanya membuat gula aren. Dan di tahun 2003, terdengar kabar bahwa ada sebuah yayasan pesantren yang baru saja berdiri dan mambutuhkan santri secara cuma-Cuma, alias gratis, karena masih butuh santri, Pondok pesantren itu bernama Al-Ihsan di Polewali Mandar. Mendengar kabar itu Hadi sangat bahagia dan gembira, karena Ia bisa melanjutkan sekolah. Di sekolah inilah, Ia dididik oleh seorang kyai pimpinan pondok. Ibunya pun sangat bahagia karena anaknya bisa melanjutkan sekolah.

Setelah dua tahun tinggal di pesantren, Ia merasa tidak puas dengan apa yang Ia dapatkan. sehingga Ia memutuskan untuk pindah dari pondok ke pondok yang lain, tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dengan uang seadanya yang dibawa, ibunya menyusuri sebuah kecamatan di mana terdapat banyak ponpes di kecamatan tersebut, hinnga akhirnya, ibu yang Ia cintai berhasil menemukan Hadi, di pesantren terakhir yang beliau cari. Alhamdulillah ya Rabb, anakku masih ada, ibunya sangat bersyukur. Lalu pada tahun 2006, Ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah, di Sulbar. Waktu Tak terasa begitu cepat Ia rasakan. Setelah setahun duduk di bangku MA, tepatnya kelas dua, Ia berkeinginan kuat untuk menempuh kuliah di luar negeri setelah tamat SMA. Dan akhirnya Ia putuskan selalu semangat menabung, agar cita-citanya tercapai.

Ibunya yang juga bekerja menjadi pembuat gula, hanya mampu memberi uang jajan Hadi sekitar 2 ribu rupiah per hari/ dan uang itu Ia pakai untuk menabung. Hingga akhirnya, di tahun 2009, Hadi lulus dari MA, Pergis Campalagian Sulawesi barat. Saat itu, Ia merasa menemukan jalan buntu karena informasi tentang Beasiswa ke luar negeri sangat jarang, maklum saat itu SULawesi BARat masih belum terjangkau internet, jangankan internet sebagian kabupaten saja masih banyak yang belum menikmati listrik. Informasi yang masih sangat susah diakses, membuatnya bertanya-tanya ke sana kemari hingga akhirnya bermodalkan doa dan restu kedua orang tuanya, yang yakin bahwa Allah akan menolong setiap hambanya yang serius belajar dan kuat berazam, serta keyakinan bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Akhirnya Ia menemukan seseorang lulusan Universitas, Al-Azhar Cairo, Mesir.

Ia memberi banyak informasi tentang Beasiswa ke Luar Negeri khususnya mesir. Namun Allah berkehendak lain saat itu, tes untuk beasiswa ke Al-Azhar Cairo diadakan di Kedutaan Besar Mesir di Jakarta. Hadi hanya bisa menangis, dan berdoa agar ia diberi kesempatan lain.

Kedua orang tuanya pun tak kuasa menahan air mata, karena tak bisa mewujudkan keinginan anaknya untuk pergi ke Jakarta, karena tak memiliki uang untuk ongkos pergi ke Jakarta. Untuk makan saja mereka pas-pasan, bahkan kadang hanya makan singkong saja. Hingga beberapa bulan kemudian, ada ajakan dari temannya, untuk ikut tes nonbeasiswa ke mesir karena bisa meraih banyak beasiswa kalau sudah lulus dari tes tersebut. Akhirnya, Ia pun mengikuti ajakan temannya.


Berbekal restu orang tuanya, meski lagi-lagi hatinya menangis, sangat ingin meraih cita-cita studi ke luar negeri, tetapi tak punya modal. Namun dalam hatinya yang paling dalam berkata, Allah tidak buta, Allah maha kaya dan yakin bahwa semua ini ada hikmahnya. Dan walaupun Ia tidak jadi ke Al-Azhar Cairo, tapi Ia menerima beasiswa kuliah di UIN Makasar, karena penulis termasuk siswa yang meraih prestasi selama di MA. Ia bersyukur dan bahagia, Ia berusaha menutupi kekurangannya dengan penuh kemadirian dan mengharap ridho dari orang tua. Bulan demi bulan hingga cukuplah setahun Ia kuliah di UIN Alauddin Makassar, jurusan sastra arab. Hingga akhirnya di tahun 2010, Ia medapatkan beberapa informasi Beasiswa ke timur tengah diantaranya Libya, Sudan dan lainnya. Alhamdulillah beasiswa Sudan dan Maroko tepatnya bulan puasa 2010, sebelum Ia tidur tiba-tiba handphonnya berdering ternyata pesan itu berisi, bahwa Ia lulus, meraih beasiswa Sudan dan Maroko. Pesan tersebut berasal dari salah satu pegawai kementerian Agama RI atas nama Bpk. Bil Bachtiar, Lc, MA. Walaupun Ia dinyatakan lulus, disisi lain Ia gelisah, bahkan sempat meneteskan air mata dihadapan seorang guru, karena beasiswa tersebut tak semuanya ditanggung membuatku harus berjuang bagaimana caranya agar bisa sampai ke Jakarta. Lalu dengan tetes air mata bahagia dan rasa syukur, Ibunya berkata, “InsyaAllah, Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita, rajin shalat tahajud dan dhuha nak, insyaAllah kalau sudah rizkimu pasti ada jalan keluar. Hingga akhirnya BAZDA atau badan zakat daerah Kab. Polewali Mandar mengabulkan permohonannya setelah Ia berusaha mencari bantuan dari beberapa lembaga dan dengan restu orang tua dan keyakinan tak ada yang mustahil di dunia ini, meski keuangan orang tuanya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, tapi jika Allah berkata Ia maka kini Hadi pun merasakan, indahnya kota Maroko, Afrika utara. Subhanallah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar