Jumat, 20 Maret 2015

Teori Kecerdasan Berganda dari Howard Gardner


MULTIPLE INTELLIGENCES

Teori Kecerdasan Berganda

Howard Gardner

 

 

A.  Pendahuluan

Howard Gardner lahir 11 Juni 1943, ia masuk Harvard pada tahun 1961, dengankeinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh Erik Erikson, ia berubah mempelajari Hubungan-sosial (gabungan psikologi, sosiologi, dan antropologi), dengan kosentrasi di psikologi klinis. Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome Bruner dan JeanPiaget. Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi masalah “Sensitivitas pada anak-anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di Proyek Zero. Didirikan pada tahun1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian sistematis pemikiran artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan kelembagaan.

Howard Gardner setelah melakukan penelitian selama bertahun tahun  semua manusia memiliki kecerdasan. Tidak ada istilah manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang teori dikotomi cerdas-tidak cerdas dari ahli terdahulu. Gardner juga menentang aggapan “cerdas” dari sisi IQ (intelectual quotion), yang hanya mengacu pada tiga jenis kecerdasan, yakni logiko-matematik, linguistik, dan spasial.

Howard Gardner, dari Harvard University, kemudian memunculkan istilah multiple intelligences, yang kemudian dikembangkan menjadi teori melalui penelitian yang rumit, melibatkan antropologi, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan, dan neuro anatomi (ia mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences/Kecerdasan Majemuk). Bagi para pendidik dan implikasinya bagi pendidikan, multiple intelligences melihat anak sebagai individu yang unik. Pendidik akan melihat bahwa ada berbagai variasi dalam belajar, yang setiap variasi menimbulkan konsekuensi dalam cara pandang dan evaluasinya.

 

 

B. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata; kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan; kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.

Multiple intelligences memiliki karakteristik konsep sebagai berikut:

1)    Semua inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat. Dalam pengertian ini, tidak ada inteligensi yang lebih baik atau lebih penting dari inteligensi yang lain

2)    Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama.

3)    Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan, dan dikembangkan secara optimal. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki dan menipiskan kelemahan-kelemahan;

4)    Semua kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerjasama untuk mewujudkan aktivitas yang diperbuat manusia. Satu kegiatan mungkin memerlukan lebih dari satu kecerdasan, dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai bidang.

5)    Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan di seluruh/semua lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia.

 

C. Ciri-ciri Teori Multiple Intelligences

Sampai saat ini, teori Multiple Intelligences masih berfokus pada upaya mengenali dan menguraikan bakat bukannya pada membuat struktur halus dan berfungsinya kecerdasan. Teori multiple intelligences Howard Gardner memiliki beberapa ciri penting yang membedakannya dengan teori kecerdasan lain. Menurut teori MI, setiap orang memiliki semua kecerdasan yang dicetuskan Gardner. Teori MI adalah teori fungsi kognitif. Teori ini menandaskan bahwa setiap orang memiliki semua kapasitas kecerdasan. Hanya saja, semua kecerdasan tersebut bekerja dengan cara yang berbeda-beda, tetapi berfungsi bersama-sama secara khas dalam diri seseorang. Seseorang mungkin memiliki semua kecerdasan pada tingkat yang relatif tinggi, sementara orang lain mungkin hanya memiliki kecerdasan-kecerdasan itu dalam kondisi paling dasar (relatif rendah).

Pada umumnya, orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai (adequate). Menurut Gardner, setiap orang, sebenarnya, mempunyai kapasitas untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya hingga tingkat tertinggi, asalkan memperoleh dukungan, pengayaan, dan pembelajaran yang tepat atau pas. Ini berarti, seorang anak yang memperoleh dukungan positif dari orang tua, fasilitas yang menunjang, bimbingan yang intensif akan memiliki peluang untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya, seperti bermain musik, bercerita, melukis, dan menari.

Pada umumnya, kecerdasan-kecerdasan bekerja bersamaan melalui cara yang kompleks. Menurut Gardner, kecuali pada diri orang savant dan orang yang mengalami cidera otak, kecerdasan-kecerdasan itu tidak berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan selalu berinteraksi satu dengan yang lain. Ketika bermain sepak bola, misalnya, seseorang tidak semata mata mengandalkan kecerdasan kinestetik (untuk menendang) tetapi juga memanfaatkan kecerdasan visual-spasial (untuk mengorientasikan diri dan mengantisipasi lintasan bola). Ada berbagai cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori. Tidak ada seperangkat ciri standar yang musti dimiliki untuk disebut cerdas.

 

D. Sembilan Kecerdasan dalam Multiple Intelligences

1. Kecerdasan Verbal-Linguistik

Kecerdasan verbal-linguistik berkaitan erat dengan kata-kata, baik lisan maupun tertulis beserta dengan aturan-aturannya. Seorang anak yang cerdas dalam verbal-linguistik memiliki kemampuan:

(1)    berbicara yang baik dan efektif,

(2)    cenderung dapat mempengaruhi orang lain melalui kata-katanya

(3)    suka dan pandai bercerita serta melucu dengan kata-kata

(4)    erampil menyimak dan suka bermain bahasa

(5)    cepat menangkap informasi lewat kata-kata

(6)    mudah hafal kata-kata, nama (termasuk nama tempat)

(7)    memiliki kosakata yang relatif banyak

(8)    cepat mengeja kata-kata

(9)    berminat terhadap buku (membuka-buka, membawa, mengoleksi)

(10)  cepat membaca dan menulis

 

Menurut Gardner, kecerdasan linguistik “meledak” pada awal masa kanak-kanak dan tetap bertahan hingga usia lanjut. Kaitannya dengan sistem neurologis, kecerdasan ini terletak pada otak bagian kiri dan lobus bagian depan. Kecerdasan linguistik dilambangkan dengan kata-kata, baik lambang primer (kata-kata lisan) maupun sekunder (tulisan).

 

2. Kecerdasan Logika-Matematika

Kecerdasan logika-matematika berkaitan dengan kemampuan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika. Anak-anak yang mempunyai kelebihan dalam kecerdasan logika-matematika :

(1) tertarik memanipulasi lingkungan serta cenderung suka menerapkan strategi coba-ralat;

(2) menduga-duga sesuatu;

(3) terus menerus bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang peristiwa di sekitarnya. Pertanyaan seperti, “mengapa telur berubah jadi ayam?” merupakan contoh pertanyaan yang berhulu logika-matematika;

(4) relatif cepat dalam kegiatan menghitung, gemar berhitung, dan menyukai permainan strategi seperti permainan catur jawa;

(5) cenderung mudah menerima dan memahami penjelasan sebab-akibat;

(6) suka menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama;

Menurut Gardner, kecerdasan logika-matematika bersemayam di otak depan sebelah kiri dan parietal kanak. Kecerdasan ini dilambangkan dengan, terutama, angka-angka dan lambang matematika lain. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun.

 

3. Kecerdasan Visual-Spasial

Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain seperti dekorasi, srsitektur, lukisan, patung.

Anak yang cerdas dalam visual-spasial :

(1) memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-bentuk, ruang, dan bangunan;

(2) memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial (dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata);

(3) memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda;

(4) mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek;

(6) dapat mempergunakan apa pun untuk membentuk sesuatu yang bermakna baginya;

Menurut Howard Gardner (1993), kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi di otak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi anak. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.

 

4. Kecerdasan Kinestetik

Kecerdasan gerak-kinestetik berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan mempergunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan menerima rangsang, sentuhan, dan tekstur.

 

 

Anak yang cerdas dalam gerak-kinestetik :

(1)    terlihat menonjol dalam kemampuan fisik (terlihat lebih kuat, lebih lincah) daripada anak-anak seusianya;

(2)    suka bergerak, tidak bisa duduk diam berlama-lama;

(3)    mengetuk-ngetuk sesuatu;

(4)    suka meniru gerak atau tingkah laku orang lain yang menarik perhatiannya;

(5)    senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak seperti mamanjat, berlari, melompat, berguling;

(6)    suka menyentuh barang-barang;

(7)    suka bermain tanah liat dan menunjukkan minat yang tinggi ketika diberi tugas yang berkaitan dengan keterampilan tangan;

(8)    memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang baik;

(9)    gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan;

(10)  cepat menguasai tugas-tugas motorik halus.

Menurut Gardner, kecerdasan gerak-kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum, basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki wujud relatif bervariasi, bergantung pada komponen-komponen kekuatan dan fleksibilitas serta doimain seperti tari dan olah raga.

 

5.  Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal berkaitan dengan kemampuan menangkap bunyi-bunyi, membedakan, menggubah, dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara suara yang bernada dan berirama. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, melodi, dan warna suara.

Anak-anak yang cerdas dalam musikal :

(1) cenderung cepat menghafal lagu-lagu dan bersemangat ketika kepadanya diperkenalkan lagu;

(2) menikmati musik dan menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai irama music tersebut;

(3) mengetuk-ngetukkan benda ke meja pada saat menulis atau menggambar. Mereka cenderung senang bermain alat musik atau bahkan bermusik dengan benda-benda tak terpakai;

(4) suka menyanyi, bersenandung, atau bersiul;

(5) mudah mengenali suara-suara di sekitarnya seperti suara sepeda motor, burung, kucing, anjing;

(6) dapat mengidentifikasi perbedaan suara-suara sejenis, seperti suara-suara sepeda motor dari merk yang berbeda, suara berbagai burung, suara kucing lapar dan berkelahi, suara beberapa guru dan temannya;

(7) mudah mengenali suatu lagu hanya dengan mendengar nada-nada pertama lagu tersebut.

Menurut Gardner, musikal merupakan kecerdasan yang tumbuh paling awal dan muncul secara tidak terduga dibandingkan dengan bidang lain pada inteligensi manusia. Kecerdasan musikal mampu bertahan hingga usia tua. Kecerdasan musical mempunyai lokasi di otak bagian kanan (Gardner, 1993; Armstrong, 1996:7).

 

6.  Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan ini melibatkan banyak kecakapan, yakni kemampuan berempati pada orang lain, kemampuan mengorganisasi sekelompok orang menuju ke tujuan suatu tujuan bersama, kemampuan mengenali dan membaca pikiran orang lain, kemampuan berteman atau menjalin kontak. Kecerdasan interpersonal dibangun, antar lain, atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, khususnya perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan intensi (maksud) (Gardner, 1993:23).

Anak-anak yang memiliki kecerdasan interpersonal :

1)      cenderung mudah memahami perasaan orang lain;

2)      sering menjadi pemimpin di antara teman-temannya;

3)      pandai mengorganisasi  teman-teman mereka dan pandaI mengkomunikasikan keinginannya pada orang lain;

4)      memiliki perhatian yang besar pada teman sebayanya sehingga acapkali mengetahui berita-berita di seputar mereka;

5)      memiliki kemahiran mendamaikan konflik dan menyelaraskan perasaan orang-orang yang terlibat konflik;

6)      mudah mengerti sudut pandang orang lain, dan dengan relatif akurat, mampu menebak suasana hati dan motivasi pribadi orang lain;

7)      cinta damai, pengamat dan motivator yang baik;

8)      mempunyai banyak teman;

9)      mudah bersosialisasi serta senang terlibat dalam kegiatan atau kerja kelompok;

10)   menikmati permainan-permainan yang dilakukan secara berpasangan atau berkelompok;

11)   suka memberikan apa yang dimiliki dan diketahui kepada orang lain, termasuk masalah ilmu dan informasi;

12)   tampak menikmati ketika mengajari teman sebaya mereka tentang sesuatu, seperti membuat gambar, memilih warna, atau bahkan cara bersikap.

Riset mengenai otak menunjukkan bahwa otak bagian depan memegang peran yang sangat penting dalam pengetahuan interpersonal. Kerusakan pada bagian ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian yang besar). Kecerdasan interpersonal ini bersemayam, terutama pada hemisfer kanan dan system limbik Kecerdasan ini dipengaruhi oleh kualitas kedekatan atau ikatan kasih saying selama masa kritis tiga tahun pertama (Armstrong, 1996:7). Oleh karena itu, anak yang dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, mungkin akan mengalami permasalahan yang serius. Selain itu, kecerdasan interpersonal juga dipengaruhi oleh interaksi sosial manusia.

 

7.  Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan aspek internal dalam diri seseorang, seperti, perasaan hidup, rentang emosi, kemampuan untuk membedakan emosi-emosi, menandainya, dan menggunakannya untuk memahami dan membimbing tingkah laku sendiri (Gardner, 1993:24-25). Anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal yang baik :

(1) terlihat lebih mandiri;

(2) memiliki kemauan yang keras;

(3) penuh percaya diri;

(4) memiliki tujuan-tujuan tertentu;

(5) tidak mengalami masalah ketika dibiarkan “bekerja sendiri karena merekacenderung memiliki gaya “belajar” tersendiri;

(6) suka menyendiri dan merenung.

Anak-anak yang cerdas dalam intrapersonal, walaupun memiliki kemauan kuat tetapi mereka mampu mengubah target ketika target awal gagal. Mereka mampu belajar dari kegagalan dan memahami kekuatan serta kelemahan mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka dapat dengan tepat mengungkapkan perasaannya Selain itu, mereka juga mampu menghargai diri sendiri dan memiliki kemampuan untuk berkreasi dan berhubungan secara dekat.

Awal masa anak-anak merupakan saat yang menentukan bagi perkembangan intrapersonal. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan, dorongan, dan tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu membentuk citra diri sejati (Armstrong, 1993:131). Untuk merangsang kecerdasan intrapersonal, guru perlu menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak.

Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasi yang sesuai untuk menumbuhkan kecerdasan intrapersonal ini.

Kecerdasan intrapersonal mempunyai tempat di otak bagian depan. Kerusakan otak bagian ini kemungkinan akan menyebabkan orang mudah tersinggung atau euforia. Sementara kerusakan di bagian yang lebih atas, kemungkinan besar akanmenyebabkan sikap tak acuh (cuek), enggan-lesu, lamban, dan apati (semacam depresi). Anak-anak autis, misalnya, adalah contoh anak-anak yang cacat dalamkecerdasan intrapersonal. Mereka tidak mampu merujuk diri mereka sendiri. Meskipun demikian, mereka mungkin memiliki kemampuan yang luar biasa di bidang musik,matematika, atau spasial.

 

 

 

8.  Kecerdaan Naturalis

Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasikan flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga berkaitan dengan kecintaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan. Kecerdasan naturalis juga ditandai dengan kepekaan terhadap bentukbentuk alam, seperti dedaunan, awan, batu-batuan.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis :

(1)  cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan

(2)  menghabiskan waktu mereka di dekat akuarium;

(3)  memiliki keingintahuan yang besar tentang seluk-beluk hewan dan tumbuhan (Armstrong, 1993).

(4)  cenderung suka mengoleksi bunga-bunga dan daun-daun kering;

(5)  mengoleksi mainan binatang tiruan, seperti dinosaurus, harimau, dan ular;

(6)  menikmati “komunikasi” dengan binatang piaraan dan memberi mereka makan;

(7)  memiliki perhatian yang relatif besar terhadap binatang, tumbuhan, dan alam. Mereka tidak takut memegang-megang serangga dan berada di dekat binatang.

Kecerdasan naturalis memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Pengetahuan anak mengenai alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat mengantarkan mereka ke berbagai profesi strategis, seperti dokter hewan, insinyur pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, ahli farmasi, ahli geodesi, geografi, dan ahli lingkungan.

Kecerdasan naturalis berada di wilayah-wilayah parietal kiri. Kecerdasan ini muncul secara dramatis pada sebagian anak. Kecerdasan ini, menurut Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The Eight Intelligence : Naturalistic Intelligence (2000 via Indra-Supit, dkk, 2003 : 110) berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola, membuat hubungan yang sangat tidak kentara. Bukan hanya itu, kecerdasan naturalis juga berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap sensori persepsi dan bagian otak yang berkaitan dengan membedakan dan mengklasifikasikan sesuatu, yaitu otak bagian kiri.

 

 

9.  Kecerdasan Eksistensial

Kecerdasan eksistensial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna kematian, nasib dunia jasmani maupun kejiwaan, dan dengan makna pengalaman mendalam seperti cinta atau kesenian (Armstrong, 1996). Kecerdasan eksistensial juga berkaitan dengan kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir menyangkut hal-hal yang besar (menjadi pemimpin) (Theacorn, 2003)

Anak yang memiliki kecerdasan eksistensial :

(1) cenderung memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu;

(2) menanyakan berbagai hal yang mungkin sekali tidak terpikirkan oleh anak lain sebayanya. Pertanyaan “Apakah benar ada hantu?”, “Mengapa kita harus berdoa pada Tuhan?”, dan “Di mana Tuhan berada?” merupakan contoh pertanyaan anak-anak yang berhulu pada kecerdasan eksistensial ini. Stimulasi kecerdasan eksistensialis mungkin tidak mudah dilakukan. Meskipun

demikian, tugas merenungkan sesuatu yang ada di sekitar anak dapat menumbuhkan kecerdasan ini. Kegiatan bercerita yang diakhiri pertanyaan-pertanyaan yang menggugah kesadaran dapat digunakan sebagai stimulasi eksistensial, seperti “Bagaimana jika kita tidak punya ibu?”, “Bagaimana jika tidak ada air?”

 

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Multiple Intelligences

Kecerdasan yang dimiliki seseorang dapat berkembang sampai tingkat kemampuan yang disebut mumpuni. Pada tingkat ini, kemampuan seseorang di bidang tertentu, yang berkaitan dengan kecerdasan itu, akan terlihat sangat menonjol. Berkembang tidaknya suatu kecerdasan bergantung pada tiga faktor penting berikut:

1)    Faktor biologis (biological endowment), termasuk di dalamnya faktor keturunan atau genetis dan luka atau cedera otak sebelum, selama, dan setelah kelahiran;

2)    Sejarah hidup pribadi, termasuk di dalamnya adalah pengalaman-pengalaman (bersosialisasi dan hidup) dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang lain, baik yang membangkitkan maupun yang menghambat perkembangan kecerdasan;

3)    Latar belakang kultural dan historis, termasuk waktu dan tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi perkembangan historis atau kultural di tempat yang berbeda.

 

F. Implikasi kecerdasan ganda (MI) dalam pembelajaran

Secara umum inteligensi ganda pada diri seseorang dapat dikembangkan. Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman untuk membantu mengembangkan kecerdasan ganda yang dimiliki siswa. Haggery (Baharudin,2008: hlm153-154) mengungkapkan beberapa prinsip untuk membantu mengembangkan inteligensi ganda, yaitu:

1.    Pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, seorang guru tidak boleh terpaku hanya pada satu jenis kemampuan intelektual saja, sebab satu jenis kemampuan saja tidak cukup untuk menjawab persoalan-persoalan manusia secara menyeluruh.

2.    Pendidikan seharusnya individual. Setiap karakteristik yang dimiliki siswa mendapat perhatian dalam proses pembelajaran. Mengajar hanya dengan materi, cara, dan waktu yang sama bagi siswa yang memiliki kemampuan tertentu, jelas tidak menguntungkan bagi siswa lain yang memiliki kemampuan berbeda. Dalam setiap proses pembelajaran guru harus memperhatikan perbedaan yang dimiliki oleh setiap siswa.

3.    Pendidikan harus dapat memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar.

4.    Proses pembelajaran yang baik adalah memberi kebebasan kepada siswa  untuk menentukan cara belajar sendiri sesuai dengan kemmpuan yang dimilikinya, siswa diberi kebebasan mengevaluasi hasil belajar sendiri.

5.    Sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang mereka miliki, misalnya siswa membutuhkan peralatan olah raga, seni, musik untuk mengembangkan inteligensi. Maka sekolah menyediakan peralatan tersebut.

6.    Evaluai proses pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis .Evaluasi kontekstual lebih menekankan pada penilaian performa siswa dalam proses belajar apakah sesuai dengan kriteria yang diharapkan atau tidak.

7.    Proses pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi hanya dalam gedung sekolah. Konsep kecerdasan ganda memungkinkan proses pembelajaran dilaksanakan di luar gedung sekolah  saja, tetapi bisa lewat masyarakat, kegiatan ekstra, atau kontak dengan orang lain.

G. Penutup

 

Menurut Gardner, dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut, namun untuk orang-orang tertentu kadang suatu inteligensi lebih menonjol daripada inteligensi lain. Hal ini bukan berarti bahwa inteligensi tersebut menunjukkan seperti apa orang tersebut, melainkan ia lebih menekankan bahwa inteligensi merupakan representasi mental, bukan karakteristik yang baik untuk menntukan orang macam apa mereka.

Kesembilan inteligensi yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara memadai sehingga dapat berfungsi bagi orang tersebut. Dengan kata lain inteligensi bukanlah sesuatu yang tetap atau mati dan tidak dapat dikembangkan. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi pengembangan inteligensi seseorang secara maksimal. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki inteligensi kurang di bidang matematis-logis dapat dibantu atau dibimbing agar dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan matematis-logisnya, atau mungkin juga seorang anak yang rendah kecerdasan interpersonalnya dapat dilatih dan dididik agar meningkatkan kemampuannya bersosialisasi dengan orang lain.  Hal inilah yang membedakan konsep kecerdasan ganda (multiple inteligensi) dengan konsep kecerdasan konvensional. 

1 komentar:

  1. terimakasih, artikel ini menambah ilmu untuk saya, dan dengan paparan tadi saya akan mencoba untuk melihat sisi lain kecerdasan dari seorang anak.

    BalasHapus