Teori Kecerdasan Berganda dari Howard Gardner
MULTIPLE
INTELLIGENCES
Teori
Kecerdasan Berganda
Howard
Gardner
A. Pendahuluan
Howard
Gardner lahir 11 Juni 1943, ia masuk Harvard pada tahun 1961, dengankeinginan
awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah pengaruh Erik Erikson, ia berubah
mempelajari Hubungan-sosial (gabungan psikologi, sosiologi, dan antropologi),
dengan kosentrasi di psikologi klinis. Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome
Bruner dan JeanPiaget. Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi
masalah “Sensitivitas pada anak-anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di
Proyek Zero. Didirikan pada tahun1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian
sistematis pemikiran artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan
disiplin ilmu, baik di tingkat individu dan kelembagaan.
Howard Gardner setelah melakukan penelitian selama bertahun tahun semua manusia memiliki kecerdasan. Tidak ada
istilah manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini menentang teori dikotomi
cerdas-tidak cerdas dari ahli terdahulu. Gardner juga menentang aggapan
“cerdas” dari sisi IQ (intelectual quotion), yang hanya mengacu pada tiga jenis
kecerdasan, yakni logiko-matematik, linguistik, dan spasial.
Howard Gardner, dari Harvard University, kemudian memunculkan
istilah multiple intelligences, yang kemudian dikembangkan menjadi teori
melalui penelitian yang rumit, melibatkan antropologi, psikologi kognitif,
psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan, dan neuro
anatomi (ia mengeluarkan
teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences/Kecerdasan
Majemuk). Bagi para pendidik dan implikasinya bagi
pendidikan, multiple intelligences melihat anak sebagai individu yang unik.
Pendidik akan melihat bahwa ada berbagai variasi dalam belajar, yang setiap
variasi menimbulkan konsekuensi dalam cara pandang dan evaluasinya.
B. Pengertian
Kecerdasan
Kecerdasan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata; kemampuan untuk
menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan; kemampuan untuk
menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan
dalam budaya seseorang.
Multiple intelligences memiliki karakteristik konsep sebagai
berikut:
1)
Semua inteligensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat.
Dalam pengertian ini, tidak ada inteligensi yang lebih baik atau lebih penting dari
inteligensi yang lain
2)
Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis
sama.
3)
Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan, dan dikembangkan
secara optimal. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap-tiap
kecerdasan. Dengan latihan, seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasan yang
dimiliki dan menipiskan kelemahan-kelemahan;
4)
Semua kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerjasama untuk
mewujudkan aktivitas yang diperbuat manusia. Satu kegiatan mungkin memerlukan
lebih dari satu kecerdasan, dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai
bidang.
5)
Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan di seluruh/semua lintas
kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia.
C.
Ciri-ciri Teori Multiple Intelligences
Sampai saat ini, teori Multiple Intelligences masih berfokus pada
upaya mengenali dan menguraikan bakat bukannya pada membuat struktur halus dan
berfungsinya kecerdasan. Teori multiple intelligences Howard Gardner memiliki
beberapa ciri penting yang membedakannya dengan teori kecerdasan lain. Menurut
teori MI, setiap orang memiliki semua kecerdasan yang dicetuskan Gardner. Teori
MI adalah teori fungsi kognitif. Teori ini menandaskan bahwa setiap orang
memiliki semua kapasitas kecerdasan. Hanya saja, semua kecerdasan tersebut bekerja
dengan cara yang berbeda-beda, tetapi berfungsi bersama-sama secara khas dalam
diri seseorang. Seseorang mungkin memiliki semua kecerdasan pada tingkat yang
relatif tinggi, sementara orang lain mungkin hanya memiliki
kecerdasan-kecerdasan itu dalam kondisi paling dasar (relatif rendah).
Pada umumnya, orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai
pada tingkat penguasaan yang memadai (adequate). Menurut Gardner, setiap orang,
sebenarnya, mempunyai kapasitas untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya
hingga tingkat tertinggi, asalkan memperoleh dukungan, pengayaan, dan
pembelajaran yang tepat atau pas. Ini berarti, seorang anak yang memperoleh
dukungan positif dari orang tua, fasilitas yang menunjang, bimbingan yang
intensif akan memiliki peluang untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasannya,
seperti bermain musik, bercerita, melukis, dan menari.
Pada umumnya, kecerdasan-kecerdasan bekerja bersamaan melalui cara
yang kompleks. Menurut Gardner, kecuali pada diri orang savant dan orang yang
mengalami cidera otak, kecerdasan-kecerdasan itu tidak berdiri sendiri dalam
kehidupan sehari-hari. Kecerdasan selalu berinteraksi satu dengan yang lain.
Ketika bermain sepak bola, misalnya, seseorang tidak semata mata mengandalkan
kecerdasan kinestetik (untuk menendang) tetapi juga memanfaatkan kecerdasan
visual-spasial (untuk mengorientasikan diri dan mengantisipasi lintasan bola). Ada
berbagai cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori. Tidak ada seperangkat
ciri standar yang musti dimiliki untuk disebut cerdas.
D. Sembilan
Kecerdasan dalam Multiple Intelligences
1. Kecerdasan Verbal-Linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik berkaitan erat dengan kata-kata, baik
lisan maupun tertulis beserta dengan aturan-aturannya. Seorang anak yang cerdas
dalam verbal-linguistik memiliki kemampuan:
(1)
berbicara yang baik dan efektif,
(2)
cenderung dapat mempengaruhi orang lain melalui kata-katanya
(3)
suka dan pandai bercerita serta melucu dengan kata-kata
(4)
erampil menyimak dan suka bermain bahasa
(5)
cepat menangkap informasi lewat kata-kata
(6)
mudah hafal kata-kata, nama (termasuk nama tempat)
(7)
memiliki kosakata yang relatif banyak
(8)
cepat mengeja kata-kata
(9)
berminat terhadap buku (membuka-buka, membawa, mengoleksi)
(10)
cepat membaca dan menulis
Menurut Gardner,
kecerdasan linguistik “meledak” pada awal masa kanak-kanak dan tetap bertahan
hingga usia lanjut. Kaitannya dengan sistem neurologis, kecerdasan ini terletak
pada otak bagian kiri dan lobus bagian depan. Kecerdasan linguistik
dilambangkan dengan kata-kata, baik lambang primer (kata-kata lisan) maupun
sekunder (tulisan).
2. Kecerdasan Logika-Matematika
Kecerdasan logika-matematika berkaitan dengan kemampuan mengolah
angka dan atau kemahiran menggunakan logika. Anak-anak yang mempunyai kelebihan
dalam kecerdasan logika-matematika :
(1) tertarik
memanipulasi lingkungan serta cenderung suka menerapkan strategi coba-ralat;
(2)
menduga-duga sesuatu;
(3) terus
menerus bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang peristiwa di
sekitarnya. Pertanyaan seperti, “mengapa telur berubah jadi ayam?” merupakan
contoh pertanyaan yang berhulu logika-matematika;
(4) relatif
cepat dalam kegiatan menghitung, gemar berhitung, dan menyukai permainan strategi
seperti permainan catur jawa;
(5) cenderung
mudah menerima dan memahami penjelasan sebab-akibat;
(6) suka
menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil,
panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama;
Menurut
Gardner, kecerdasan logika-matematika bersemayam di otak depan sebelah kiri dan
parietal kanak. Kecerdasan ini dilambangkan dengan, terutama, angka-angka dan
lambang matematika lain. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa awal
dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia
40 tahun.
3. Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap
warna, arah, dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke
dalam bentuk lain seperti dekorasi, srsitektur, lukisan, patung.
Anak yang cerdas dalam visual-spasial :
(1) memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-bentuk,
ruang, dan bangunan;
(2) memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara
visual dan spasial (dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata);
(3) memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek
tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda;
(4) mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah
objek;
(6) dapat mempergunakan apa pun untuk membentuk sesuatu yang
bermakna baginya;
Menurut Howard Gardner (1993), kecerdasan visual-spasial mempunyai
lokasi di otak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat
dengan kemampuan imajinasi anak. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan
hingga seseorang itu berusia tua.
4. Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan gerak-kinestetik berkaitan dengan kemampuan menggunakan
gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta
keterampilan mempergunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu.
Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi,
keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan
menerima rangsang, sentuhan, dan tekstur.
Anak yang cerdas dalam gerak-kinestetik :
(1)
terlihat menonjol dalam kemampuan fisik (terlihat lebih kuat,
lebih lincah) daripada anak-anak seusianya;
(2)
suka bergerak, tidak bisa duduk diam berlama-lama;
(3)
mengetuk-ngetuk sesuatu;
(4)
suka meniru gerak atau tingkah laku orang lain yang menarik
perhatiannya;
(5)
senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak seperti
mamanjat, berlari, melompat, berguling;
(6)
suka menyentuh barang-barang;
(7)
suka bermain tanah liat dan menunjukkan minat yang tinggi ketika
diberi tugas yang berkaitan dengan keterampilan tangan;
(8)
memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh
yang baik;
(9)
gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan;
(10)
cepat menguasai tugas-tugas motorik halus.
Menurut Gardner, kecerdasan gerak-kinestetik mempunyai lokasi di
otak serebelum, basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan
ini memiliki wujud relatif bervariasi, bergantung pada komponen-komponen
kekuatan dan fleksibilitas serta doimain seperti tari dan olah raga.
5. Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal berkaitan dengan kemampuan menangkap
bunyi-bunyi, membedakan, menggubah, dan mengekspresikan diri melalui
bunyi-bunyi atau suara suara yang bernada dan berirama. Kecerdasan ini meliputi
kepekaan pada irama, melodi, dan warna suara.
Anak-anak yang cerdas dalam musikal :
(1) cenderung cepat menghafal lagu-lagu dan bersemangat ketika
kepadanya diperkenalkan lagu;
(2) menikmati musik dan menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai irama music
tersebut;
(3) mengetuk-ngetukkan benda ke meja pada saat menulis atau
menggambar. Mereka cenderung senang bermain alat musik atau bahkan bermusik
dengan benda-benda tak terpakai;
(4) suka menyanyi, bersenandung, atau bersiul;
(5) mudah mengenali suara-suara di sekitarnya seperti suara sepeda
motor, burung, kucing, anjing;
(6) dapat mengidentifikasi perbedaan suara-suara sejenis, seperti
suara-suara sepeda motor dari merk yang berbeda, suara berbagai burung, suara
kucing lapar dan berkelahi, suara beberapa guru dan temannya;
(7) mudah mengenali suatu lagu hanya dengan mendengar nada-nada
pertama lagu tersebut.
Menurut Gardner, musikal merupakan kecerdasan yang tumbuh paling
awal dan muncul secara tidak terduga dibandingkan dengan bidang lain pada
inteligensi manusia. Kecerdasan musikal mampu bertahan hingga usia tua.
Kecerdasan musical mempunyai lokasi di otak bagian kanan (Gardner, 1993;
Armstrong, 1996:7).
6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerjasama
dengan orang lain. Kecerdasan ini melibatkan banyak kecakapan, yakni kemampuan
berempati pada orang lain, kemampuan mengorganisasi sekelompok orang menuju ke
tujuan suatu tujuan bersama, kemampuan mengenali dan membaca pikiran orang
lain, kemampuan berteman atau menjalin kontak. Kecerdasan interpersonal
dibangun, antar lain, atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, khususnya
perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen, motivasi, dan intensi (maksud)
(Gardner, 1993:23).
Anak-anak yang memiliki kecerdasan interpersonal :
1)
cenderung mudah memahami perasaan orang lain;
2)
sering menjadi pemimpin di antara teman-temannya;
3)
pandai mengorganisasi teman-teman
mereka dan pandaI mengkomunikasikan keinginannya pada orang lain;
4)
memiliki perhatian yang besar pada teman sebayanya sehingga
acapkali mengetahui berita-berita di seputar mereka;
5)
memiliki kemahiran mendamaikan konflik dan menyelaraskan perasaan orang-orang
yang terlibat konflik;
6)
mudah mengerti sudut pandang orang lain, dan dengan relatif
akurat, mampu menebak suasana hati dan motivasi pribadi orang lain;
7)
cinta damai, pengamat dan motivator yang baik;
8)
mempunyai banyak teman;
9)
mudah bersosialisasi serta senang terlibat dalam kegiatan atau
kerja kelompok;
10)
menikmati permainan-permainan yang dilakukan secara berpasangan
atau berkelompok;
11)
suka memberikan apa yang dimiliki dan diketahui kepada orang lain,
termasuk masalah ilmu dan informasi;
12)
tampak menikmati ketika mengajari teman sebaya mereka tentang
sesuatu, seperti membuat gambar, memilih warna, atau bahkan cara bersikap.
Riset mengenai otak menunjukkan bahwa otak bagian depan memegang
peran yang sangat penting dalam pengetahuan interpersonal. Kerusakan pada
bagian ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian yang besar). Kecerdasan
interpersonal ini bersemayam, terutama pada hemisfer kanan dan system limbik
Kecerdasan ini dipengaruhi oleh kualitas kedekatan atau ikatan kasih saying selama
masa kritis tiga tahun pertama (Armstrong, 1996:7). Oleh karena itu, anak yang
dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, mungkin akan mengalami permasalahan
yang serius. Selain itu, kecerdasan interpersonal juga dipengaruhi oleh interaksi
sosial manusia.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan aspek internal dalam
diri seseorang, seperti, perasaan hidup, rentang emosi, kemampuan untuk
membedakan emosi-emosi, menandainya, dan menggunakannya untuk memahami dan
membimbing tingkah laku sendiri (Gardner, 1993:24-25). Anak-anak dengan
kecerdasan intrapersonal yang baik :
(1) terlihat lebih mandiri;
(2) memiliki kemauan yang keras;
(3) penuh percaya diri;
(4) memiliki tujuan-tujuan tertentu;
(5) tidak mengalami masalah ketika dibiarkan “bekerja sendiri
karena merekacenderung memiliki gaya “belajar” tersendiri;
(6) suka menyendiri dan merenung.
Anak-anak yang
cerdas dalam intrapersonal, walaupun memiliki kemauan kuat tetapi mereka mampu
mengubah target ketika target awal gagal. Mereka mampu belajar dari kegagalan
dan memahami kekuatan serta kelemahan mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka
dapat dengan tepat mengungkapkan perasaannya Selain itu, mereka juga mampu
menghargai diri sendiri dan memiliki kemampuan untuk berkreasi dan berhubungan
secara dekat.
Awal masa anak-anak merupakan saat yang menentukan bagi
perkembangan intrapersonal. Anak-anak yang memperoleh kasih sayang, pengakuan,
dorongan, dan tokoh panutan cenderung mampu mengembangkan konsep diri yang
positif dan mampu membentuk citra diri sejati (Armstrong, 1993:131). Untuk
merangsang kecerdasan intrapersonal, guru perlu menjalin komunikasi yang baik
dengan anak-anak.
Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan
sikap positif para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang
tulus, sikap tidak mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak,
serta kemauan mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasi yang
sesuai untuk menumbuhkan kecerdasan intrapersonal ini.
Kecerdasan intrapersonal mempunyai tempat di otak bagian depan.
Kerusakan otak bagian ini kemungkinan akan menyebabkan orang mudah tersinggung
atau euforia. Sementara kerusakan di bagian yang lebih atas, kemungkinan besar
akanmenyebabkan sikap tak acuh (cuek), enggan-lesu, lamban, dan apati (semacam depresi).
Anak-anak autis, misalnya, adalah contoh anak-anak yang cacat dalamkecerdasan
intrapersonal. Mereka tidak mampu merujuk diri mereka sendiri. Meskipun demikian,
mereka mungkin memiliki kemampuan yang luar biasa di bidang musik,matematika,
atau spasial.
8. Kecerdaan Naturalis
Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kemahiran dalam mengenali
dan mengklasifikasikan flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga
berkaitan dengan kecintaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan.
Kecerdasan naturalis juga ditandai dengan kepekaan terhadap bentukbentuk alam,
seperti dedaunan, awan, batu-batuan.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis :
(1) cenderung
menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan
(2) menghabiskan
waktu mereka di dekat akuarium;
(3) memiliki
keingintahuan yang besar tentang seluk-beluk hewan dan tumbuhan (Armstrong,
1993).
(4) cenderung suka
mengoleksi bunga-bunga dan daun-daun kering;
(5) mengoleksi
mainan binatang tiruan, seperti dinosaurus, harimau, dan ular;
(6) menikmati
“komunikasi” dengan binatang piaraan dan memberi mereka makan;
(7) memiliki
perhatian yang relatif besar terhadap binatang, tumbuhan, dan alam. Mereka
tidak takut memegang-megang serangga dan berada di dekat binatang.
Kecerdasan naturalis memiliki peran yang besar dalam kehidupan. Pengetahuan
anak mengenai alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat mengantarkan mereka ke
berbagai profesi strategis, seperti dokter hewan, insinyur pertanian,
perkebunan, kehutanan, kelautan, ahli farmasi, ahli geodesi, geografi, dan ahli
lingkungan.
Kecerdasan naturalis berada di wilayah-wilayah parietal kiri.
Kecerdasan ini muncul secara dramatis pada sebagian anak. Kecerdasan ini,
menurut Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The Eight Intelligence :
Naturalistic Intelligence (2000 via Indra-Supit, dkk, 2003 : 110) berkaitan
dengan wilayah otak yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola, membuat
hubungan yang sangat tidak kentara. Bukan hanya itu, kecerdasan naturalis juga
berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap sensori persepsi dan bagian
otak yang berkaitan dengan membedakan dan mengklasifikasikan sesuatu, yaitu
otak bagian kiri.
9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan eksistensial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menempatkan diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna kematian,
nasib dunia jasmani maupun kejiwaan, dan dengan makna pengalaman mendalam
seperti cinta atau kesenian (Armstrong, 1996). Kecerdasan eksistensial juga berkaitan
dengan kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir menyangkut hal-hal
yang besar (menjadi pemimpin) (Theacorn, 2003)
Anak yang memiliki kecerdasan eksistensial :
(1) cenderung memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu;
(2) menanyakan berbagai hal yang mungkin sekali tidak terpikirkan
oleh anak lain sebayanya. Pertanyaan “Apakah benar ada hantu?”, “Mengapa kita
harus berdoa pada Tuhan?”, dan “Di mana Tuhan berada?” merupakan contoh pertanyaan
anak-anak yang berhulu pada kecerdasan eksistensial ini. Stimulasi kecerdasan
eksistensialis mungkin tidak mudah dilakukan. Meskipun
demikian, tugas merenungkan sesuatu yang ada di sekitar anak dapat
menumbuhkan kecerdasan ini. Kegiatan bercerita yang diakhiri
pertanyaan-pertanyaan yang menggugah kesadaran dapat digunakan sebagai
stimulasi eksistensial, seperti “Bagaimana jika kita tidak punya ibu?”,
“Bagaimana jika tidak ada air?”
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Multiple Intelligences
Kecerdasan yang dimiliki seseorang dapat berkembang sampai tingkat
kemampuan yang disebut mumpuni. Pada tingkat ini, kemampuan seseorang di bidang
tertentu, yang berkaitan dengan kecerdasan itu, akan terlihat sangat menonjol. Berkembang
tidaknya suatu kecerdasan bergantung pada tiga faktor penting berikut:
1)
Faktor biologis (biological endowment), termasuk di dalamnya
faktor keturunan atau genetis dan luka atau cedera otak sebelum, selama, dan
setelah kelahiran;
2)
Sejarah hidup pribadi, termasuk di dalamnya adalah pengalaman-pengalaman
(bersosialisasi dan hidup) dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang lain,
baik yang membangkitkan maupun yang menghambat perkembangan kecerdasan;
3)
Latar belakang kultural dan historis, termasuk waktu dan tempat
seseorang dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi perkembangan
historis atau kultural di tempat yang berbeda.
F.
Implikasi kecerdasan ganda (MI) dalam pembelajaran
Secara umum
inteligensi ganda pada diri seseorang dapat dikembangkan. Ada beberapa prinsip
yang dapat dijadikan pedoman untuk membantu mengembangkan kecerdasan ganda yang
dimiliki siswa. Haggery (Baharudin,2008: hlm153-154) mengungkapkan beberapa
prinsip untuk membantu mengembangkan inteligensi ganda, yaitu:
1.
Pendidikan
harus memperhatikan semua kemampuan intelektual. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran, seorang guru tidak boleh terpaku hanya pada satu jenis kemampuan
intelektual saja, sebab satu jenis kemampuan saja tidak cukup untuk menjawab
persoalan-persoalan manusia secara menyeluruh.
2.
Pendidikan
seharusnya individual. Setiap karakteristik yang dimiliki siswa mendapat
perhatian dalam proses pembelajaran. Mengajar hanya dengan materi, cara, dan
waktu yang sama bagi siswa yang memiliki kemampuan tertentu, jelas tidak menguntungkan
bagi siswa lain yang memiliki kemampuan berbeda. Dalam setiap proses pembelajaran
guru harus memperhatikan perbedaan yang dimiliki oleh setiap siswa.
3.
Pendidikan
harus dapat memotivasi siswa untuk menentukan tujuan dan program belajar.
4.
Proses
pembelajaran yang baik adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan cara belajar sendiri sesuai
dengan kemmpuan yang dimilikinya, siswa diberi kebebasan mengevaluasi hasil
belajar sendiri.
5.
Sekolah
memberikan fasilitas kepada siswa untuk mengembangkan inteligensi ganda yang
mereka miliki, misalnya siswa membutuhkan peralatan olah raga, seni, musik
untuk mengembangkan inteligensi. Maka sekolah menyediakan peralatan tersebut.
6.
Evaluai
proses pembelajaran harus lebih kontekstual dan bukan hanya tes tertulis .Evaluasi
kontekstual lebih menekankan pada penilaian performa siswa dalam proses belajar
apakah sesuai dengan kriteria yang diharapkan atau tidak.
7.
Proses
pembelajaran sebaiknya tidak dibatasi hanya dalam gedung sekolah. Konsep
kecerdasan ganda memungkinkan proses pembelajaran dilaksanakan di luar gedung
sekolah saja, tetapi bisa lewat
masyarakat, kegiatan ekstra, atau kontak dengan orang lain.
G. Penutup
Menurut
Gardner, dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut, namun
untuk orang-orang tertentu kadang suatu inteligensi lebih menonjol daripada
inteligensi lain. Hal ini bukan berarti bahwa inteligensi tersebut menunjukkan
seperti apa orang tersebut, melainkan ia lebih menekankan bahwa inteligensi
merupakan representasi mental, bukan karakteristik yang baik untuk menntukan
orang macam apa mereka.
Kesembilan
inteligensi yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan dan ditingkatkan
secara memadai sehingga dapat berfungsi bagi orang tersebut. Dengan kata lain
inteligensi bukanlah sesuatu yang tetap atau mati dan tidak dapat dikembangkan.
Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi
pengembangan inteligensi seseorang secara maksimal. Dengan demikian, seorang
anak yang memiliki inteligensi kurang di bidang matematis-logis dapat dibantu
atau dibimbing agar dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan
matematis-logisnya, atau mungkin juga seorang anak yang rendah kecerdasan
interpersonalnya dapat dilatih dan dididik agar meningkatkan kemampuannya
bersosialisasi dengan orang lain. Hal
inilah yang membedakan konsep kecerdasan ganda (multiple inteligensi) dengan
konsep kecerdasan konvensional.
terimakasih, artikel ini menambah ilmu untuk saya, dan dengan paparan tadi saya akan mencoba untuk melihat sisi lain kecerdasan dari seorang anak.
BalasHapus